ELEGI MENGGAPAI PERBINCANGAN BARISAN ARITMETIKA

Jiwaku terbang, anganku melayang seiring lari-lari kecilku di dunia yang belum aku kenal. Selintas kutatap pepohonan yang dari batang hingga ujung daun berwarna hitam kelam. Aku semakin tidak mengenal alam apa ini. Aku terus mencoba berlari dan terus berlari meski rasa rasa lelah telah merangkul erat jiwa ini. Di sela padang rumput luas tempat aku melangkah salah satu pohon nan rindangpun menyapaku untuk melepas lelah. Kurebahkan badanku dibawah rindangnya pohon yang sebenarnya juga belum aku kenal.

Di saat seperti itu datanglah makhluk yang aku merasa juga belum mengenalnya. Mata, hidung, mulut hingga seluruh mukanya begitu aneh hingga tulisan dan perkataanku tidak mampu ataupun cukup untuk mendiskripsikannya. Tapi yang jelas makhluk itu memakai jubah panjang sekali hingga mataku tak mampu melihat ujung dari jubahnya. Dalam hatiku merasa keanehan yang luar biasa tapi sekejap kujadikan biasa karena aku ingat bahwa alam ini aneh, jiwa ini aneh dan wahhh….mengapa aku harus bingung jika aku melihat hal yang aneh…
Akhrinya kembali juga sifat sok nyantai ku dan kusapalah makhluk aneh itu:

Aku:
Woe …!dap..!Sopo kowe….?
Makhluk itu menjawab:
Aku barisan aritmetika, Le…
Aku:
Hahaha…menungso opo kui??hehee….
Makhluk itu menjawab kembali:
Aku dudu menungso, aku yo aku….
Wislah…ayo ngobrol le…ning nganggo bahasa Indonesia wae…Ok??
Aku:
Wahh…ben ngopo?
Makhluk itu (barisan aritmetika):
Ya biar yang baca elegi ini paling tidak tahu bahasanya gitu….
Aku:
Oooo…Wokey Coy..!
Barisan aritmetika:
Hei…anak muda sebenarnya aku telah mengikutimu sejak dulu, tapi kamu saja yang mungkin tak pernah melirikku,
Aku:
Maksudmu?
Barisan aritmetika:
Aku menyatu dengan hidupmu, aku menyatu dengan pikiranmu, aku menyatu dengan sedihmu, aku menyatu dengan senangmu , aku menyatu dengan hari-harimu, aku menyatu dengan perjalananmu, aku menyatu dengan diammu, aku menyatu dengan teriakmu, aku menyatu pada semua yang ada di kamu….
Aku:
Gimana?, gimana?? aku semakin bingung denganpenjelasanmu..
Barisan aritmetika:
Bersyukurlah kamu bingung, karena dari itu kamu berpikir…
Aku:
Coba jelaskan dengan bahasamu, aku sekarang akan mendengarkanmu semampu aku mendengar, aku akan merenungkan semampu pikiranku, aku akan menghayati semampu hati…
Barisan aritmetika:
Aku melihatmu tanpa daya saat kamu bergelimang pada suku-suku awalmu, aku melihatmu menangis merengek-rengek hanya untuk mencicipi air dunia, aku melihatmu berlaku sombong saat kakimu mulai mengeras kecil dari kelunakanmu yang sangat lunak…Kamu bahkan berani memancarkan sorotan matamu yang keji pada kasih sayang yang pernah menimangmu yang sebenarnya terus menimangmu…
Aku melihatmu kesusahan saat kamu berada pada suku-suku yang membuatmu susah, hingga aku tertawa melihat itu…hmmmh sombong sekali kamu anak muda…!, Kalau bukan karena kekasihku aku tak akan sudi mendekatimu, apalagi mengikuti ataupun menyatu..!
Aku:
Aku megerti dalam ketidak mengertian dan aku tidak mengerti dalam mengerti…
Barisan Aritmetika:
Sesulit apapun kamu mengungkap hatimu dengan bahasa dan kata yang sangat terbatas,,aku tahu jadi jangan kuatir aku tidak akan mengerti dengan apa yang kamu maksud,,
Ingat anak muda satu kedipan mentari, kamu akan menjadi bukan kamu, kamu akan meloncat dari suku-suku kecilmu pada suku yang lebih besar yang menaungi suku-suku kecilmu…
Aku:
Aku tidak akan menangis dalam menangis meskipun aku tetap menangis dalam menangis…
Barisan Aritmetika:
Benar…mungkin sekecil itu dulu yang kamu tetapkan untuk menuju tetapanmu yang akan kau bangun di atas itu…
Aku tahu kamu sedikit tahu…dan di akhir yang tidak akhir ingat kembali pesanku yang satu ini: angka genap ganjil pada suku yang di temani dengan pancaran sinar mentari yang masih redup telah membari panorama pada tukbuhmu yang begitu lemah hingga kamu akan menjadi kuat dengan kelemahanmu…
Beda satu tapi itu panjang dan pendek untuk hidupmu…!!!, bersihkan jalan-jalan yang berada disekitar rumahmu semampu kamu membersihkan…biarkan saat mentari di atas keningmu sudi menampakkan senyumnya melihat suku-suku mu yang terlihat relatif rapi, meski itu tetap saja buruk disbanding suku-suku dari barisan yang sebenarnya….
Sekian dulu anak muda….kasihan yang menulis obrolan kita, karena bahasa dan katanya tidak akan mampu untuk menulis semua apa yang kita obrolkan dan kita maksudkan…
Aku:
Aku juga kan tetap berdo’a dengan hembusan nafasku…menanti siang hari yang disong-song sore agar harapanku pada suku ke-n adalah usahaku dan waktu…
Penulis:
Maaf…meski aku, kamu, dan saya adalah aku sendiri tapi aku tetap kualahan dengan segala keterbatasanku …Tapi, aku tetap akan menuliskan pada tulisanku semampuku pada obrolan-orolan selanjudnya…

Komentar

  1. Wis patut tenan dadi penulis, kata-katamu nyastra dan opo anane, aku we kalah...tenan.
    adh

    BalasHapus
  2. gak nyoba ampra ke penerbit aza mas? bagus lo karya2nya :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERMASALAHAN DAN KEMUNGKINAN SOLUSI DALAM PENGEMBANGAN LPTK

MAKALAH PENGEMBANGAN ETNOMATEMATIKA BERORIENTASI LEARNING TRAJECTORY

KAJIAN PETA FILSAFAT DAN IDEOLOGI PENDIDIKAN