MENGEMBANGKAN MOTIVASI DAN SIKAP PADA SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI)
MENGEMBANGKAN MOTIVASI DAN SIKAP PADA
SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI)
Oleh:
Dafid Slamet
Setiana
11709251006
ABSTRAK
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengembangan motivasi dan siap belajar
matematika siswa di Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Subyek dalam penulisan
makalah ini adalah siswa-siswa di Sekolah Bertaraf Internasional.
Penulisan makalah ini didasarkan pada
beberapa ironi kesenjangan antara berbagai standar mitivasi maupun kriteria
sikap bagi siswa-siswa yang bersekolah di Sekolah Bertaraf Internasional dengan
fakta di lapangan yang menunjukkan kecenderungan masih relatif kurang atau
bahkan jauh dari standar maupun kriteria-kriteria yang telah dipatok tersebut.
Untuk mengatasi hal itu, jelas membutuhkan perhatian yang khusus mengenai
motivasi maupun pengembangan sikap siswa yang bersekolah di Sekolah Bertaraf
Internasional pada khususya, baik dengan meningkatkan peran aktif dari sekolah
maupun pemerintah.
Dari
berbagai sumber yang menyebutkan bahwa masih jauhnya target standar motiasi
maupun sikap seorang siswa yang mencerminkan siswa Sekolah Bertaraf
Internasional, maka perlu peninjauan secara rutin dari pemerintah dengan
bekerja sama dengan seolah yang terkait untuk selalu meningkatkan usaha untuk
menjadikan motivasi maupun sikap dari siswa Sekolah Bertaraf Internasional mencerminkan karakter sesungguhnya dari
Sekolah Bertaraf Internasinal tersebut. Di sisi lain, berkaitan dengan
penulisan makalah ini yang baru berdasarkan sumber-sumber tertulis, maka perlu
peninjauan lanjutan ke lapangan untuk mengetahi keadaan siswa yang berkaitan
dengan motivasi maupun sikap yang mencerminkan siswa Sekolah Bertaraf
Internasional.
A. PENDAHULUAN
Pendidikan adalah tujuan sadar yang bertujuan untuk
mengembangkan kualitas manusia, sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan,
maka dalam pelaksanaannya berada dalam suatu proses yang berkesinambungan dalam
setiap jenis dan jenjang pendidikan semuanya berkaitan dalam suatu sistem
pendidikan yang integral (Djamarah, 2005:22). Pendidikan pada hakekatnya
merupakan upaya untuk mengembalikan dan meningkatkan aktifitas guru dan siswa.
Keberhasilan pembelajaran dalam arti tercapainya
standar kompetensi sangat tergantung pada kemampuan guru mengolah pembelajaran
yang dapat menciptakan situasi yang memungkinkan siswa belajar sehingga
merupakan titik awal berhasilnya pembelajaran. Rendahnya mutu pendidikan
pembelajaran dapat diartikan kurang efektifnya proses pembelajaran. Penyebabnya
dapat berasal dari siswa, guru maupun sarana dan prasarana yang kurang memadai,
minat dan motivasi yang rendah, kinerja guru yang rendah akan menyebabkan
pembelajaran kurang efektif.
Menurut Susilo (1998:42) guru matematika yang baik
adalah guru yang mampu mengatasi dan
menyelesaikan masalah pembelajaran didalam kelas secara bijaksana. Belajar dan
mengajar pada dasarnya adalah interaksi atau hubungan timbal balik antara guru
dan siswa dalam situasi pendidikan. Tujuan yang hendak dicapai agar dapat
memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan sikap pelajar sebagai bentuk perubahan
perilaku siswa dalam belajar. Belajar dan strategi belajar merupakan faktor
yang dapat menentukan keberhasilan siswa.
Dalam proses belajar mengajar, hal yang paling
berperan adalah cara guru mengajar atau menyampaikan pelajaran yang bertujuan
untuk menarik perhatian siswa. Dalam hal ini metode yang sesuai dengan materi
yang akan disampaikan dan juga alat peraga yang digunakan akan mempermudah
siswa untuk memahami materi. Metode yang akan digunakan dapat memberikan kesan
agar siswa lebih menyenangi pelajaran matematika.
Meskipun pelajaran matematika jam pelajarannya lebih
banyak dibanding dengan mata pelajaran yang lain, tetapi pada umumnya banyak
siswa yang beranggapan bahwa pelajaran matematika itu sulit dan menakutkan
serta membosankan. Hal ini menyebabkan siswa kurang memperhatikan dan kurang
termotivasi untuk mempelajari matematika lebih dalam. Kesulitan maupun
kegagalan yang dialami siswa tidak hanya bersumber dari kemampuan siswa yang
kurang tetapi ada faktor lain yang turut menentukan keberhasilan siswa dalam
belajar matematika yaitu faktor dari luar diri siswa salah satunya adalah
kurangnya perhatian siswa saat guru menerangkan, metode yang digunakan guru
juga kurang menarik.
Metode pembelajaran yang kurang efektif dan efisien,
menyebabkan tidak seimbangnya kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik,
misalnya pembelajaran yang monoton dari waktu kewaktu, guru yang bersifat
otoriter dan kurang bersahabat dengan siswa sehingga siswa merasa bosan dan
kurang minat belajar. Untuk mengatasi hal tersebut maka guru sebagai tenaga
pengajar dan pendidik harus selalu meningkatkan kualitas profesionalismenya
yaitu dengan cara memberikan kesempatan belajar kepada siswa dengan melibatkan
siswa secara efektif dalam proses belajar mengajar.
Adapun metode pembelajaran matematika yang umumnya
digunakan oleh guru matematika pada saat ini adalah metode konvensional yang
mengandalkan ceramah dan alat bantu utamanya adalah papan tulis. Sehingga
metode konvensional yang digunakan pada saat mengajar menitik beratkan pada
keaktifan guru, sedangkan siswa cenderung pasif. Salah satu metode pembelajaran
yang digunakan untuk mengantisipasi kelemahan metode konvensional adalah
pembelajaran dengan menggunakan metode Montessori. Pembelajaran dengan metode
Montessori merupakan suatu pembelajaran dengan unsur permainan (belajar dengan
bermain), sehingga siswa merasa gembira, aktif dan penuh semangat dalam
belajar.
Kesalahan menggunakan metode dapat menghambat
tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan. Dampak yang lain adalah rendahnya
motivasi dan minat belajar siswa dalam pembelajaran matematika. Metode
Montessori ini dirancang untuk menciptakan kerjasama antar siswa agar suasana
pembelajaran dikelas menarik dan bisa menciptakan suasana kelas yang hidup.
Dalam penelitian ini pada pokok bahasan yang akan dipelajari adalah bangun
ruang berupa kubus dan balok, sehingga dalam penjelasan materi yang akan
disampaikan perlu adanya alat bantu untuk mempermudah siswa memahami materi.
Azhar Arsyad (2002:2) menyatakan media adalah bagian
yang tidak terpisahkan dalam proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan
pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran disekolah pada khususnya.
Melalui metode Montessori dengan menggunakan alat peraga pada proses belajar
mengajar akan lebih berkesan dan menarik agar meningkatkan motivasi dan minat
belajar siswa sehingga diperoleh prestasi atau hasil belajar yang diharapkan.
Motivasi sebagai keseluruhan daya penggerak siswa
didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan dari
kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan
yang dikehendaki siswa dapat tercapai. Motivasi yaitu keadaan dalam pribadi
seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu
guna mencapai suatu tujuan (Sardiman, 1996: 75).
Motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan
suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan untuk mencapai sasaran atau kepuasan,
keberhasilan belajar seseorang tidak lepas dari motivasi orang yang
bersangkutan, oleh karena itu pada dasarnya motivasi belajar merupakan factor
yang sangat menentukan keberhasilan belajar seseorang. Siswa yang memiliki
motivasi luas akan mempunyai banyak aktifitas untuk melakukan kegiatan belajar.
Dalam makalah ini dimaksudkan pada siswa di Sekoalh Bertaraf Internasional
(SBI).
Ditinjau dari segi kekuatan dan kemantapannya, maka
motivasi yang timbul dari dalam diri siswa (internal) akan lebih stabil dan
mantap dibandingkan dengan perubahan yang terjadi dilingkungan. Oleh karena itu
banyak sedikitnya motivasi belajar siswa yang ada pada diri siswa akan
mempengaruhi prestasi belajar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah
dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk
melaksanakan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.
Faktor lain yang menunjang keberhasilan belajar siswa
adalah minat siswa untuk belajar dan berusaha. Hal ini berarti kesempatan
belajar makin banyak dan optimal jika siswa tersebut menunjukkan keseriuasannya
dalam mempelajari matematika sehingga dapat membangkitkan minat dan motivasi
untuk belajar. Siswa yang telah termotivasi dalam belajar matematika, ia akan
lebih bersemangat dalam mempelajarinya sehingga menimbulkan minat belajarnya.
Siswa mempunyai minat belajar yang tinggi akan selalu berusaha mencari,
menggali dan mengembangkan potensi dasar (bakatnya), sehingga dapat menumbuhkan
rasa percaya diri.
B. PEMBAHASAN
1. MOTIVASI
a.
Motivasi
Motivasi merupakan daya
penggerak yang mendorong seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu untuk
mencapai suatu tujuan. Siswa yang memiliki motivasi kuat akan mempunyai banyak
energi untuk belajar, sehingga akan mempengaruhi hasil belajarnya.
Siswa dalam belajar cenderung
menyesuaikan dengan kebutuhannya. Bila
siswa melihat kegunaan suatu subyek berhubungan dengan kariernya, maka mereka
akan berusaha mempelajari meskipun tidak menyukainya.
1.
Motivasi Belajar Matematika
Telah dijelaskan bahwa motivasi merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi belajar siswa. Untuk melakukan serangkaian
aktivitas dalam belajar matematika, diperlukan motivasi yang kuat dari siswa.
Siswa tidak akan sampai pada tahap operasi formal jika ia tidak mempunyai
semangat yang tinggi untuk belajar matematika. Karakteristik pembelajaran yang
berbeda di tiap jenjang pendidikan menyebabkan guru harus mampu memahami
karakteristik siswanya dan menciptakan suasana yang kondusif dalam
pembelajarannya.
Sekolah sebagai salah satu lembaga
pendidikan merupakan penyumbang terbesar bagi pengalaman siswa sehingga sekolah
menjadi faktor utama dalam membentuk pemahaman konsep siswa. Maka dari itu, sekolah mempunyai peran dalam
mengembangkan motivasi belajar siswa. Sekolah harus dapat menghasilkan siswa
yang berpengalaman dengan mempermudah perkembangan pemahaman konsep siswa
sehingga siswa selalu termotivasi untuk belajar matematika. Guru sebagai
pendidik harus mampu membangkitkan motivasi belajar siswa agar siswa dapat mengikuti serangkaian pembelajaran di kelas. Daniel
J.Brahier (2008:1) menuliskan “motivation
involves the art of generating interest and curiosity in the study of
mathematics. Motivating tasks not only challenge students but also contribute
to the development of confidence in their ability to understand mathematics and
to solve mathematical problem”. Dalam belajar matematika,
motivasi berperan sebagai seni dalam membangkitkan ketertarikan dan
keingintahuan. Memiliki motivasi tidak
hanya menantang bagi siswa tetapi juga memberikan kontribusi dalam
mengembangkan kepercayaan diri atas kemampuan yang dimilikinya untuk memahami
matematika dan untuk memecahkan masalah secara matematis.
Istilah motivasi berasal dari kata motif
yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang
menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat (Hamzah, 2008: 3-7).
Hamzah juga mendefinisikan tentang motivasi yaitu dorongan yang terdapat dalam
diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik
dalam memenuhi kebutuhannya.
Menurut Sardiman (2005: 75) motivasi dapat
dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dan memberikan arah
pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki dapat tercapai. Motivasi
tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat ditunjukkan dalam tingkah
laku siswa selama melakukan kegiatan belajar baik di sekolah, di rumah, maupun
di tempat belajar lainnya.
Elliot, dkk (2004: 332) menuliskan “motivation
is defined as an internal state that arouses us to action, phuses us in
particular direction, and keeps us engaged in certain activities“. Motivasi
didefinisikan sebagai suatu keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya
untuk melakukan kegiatan, mengarahkannya pada suatu tujuan dan menjaganya dalam
bertingkah laku. Anita E. WoolFolk (2002: 350) juga menuliskan “motivation
is usually defined as an internal state that arouses, direct, and maintains
behavior”. Motivasi biasanya didefinisikan sebagai suatu keadaan dalam diri
seseorang yang mendorong, mengarahkan dan menjaga tingkah laku.
Motivasi sangat penting
dimiliki oleh siswa untuk membangkitkan semangat belajar siswa. Hamalik (2003:
108) mengemukakan pendapatnya tentang fungsi motivasi belajar bagi siswa, yaitu
mendorong siswa untuk berbuat terhadap kegiatan yang akan dikerjakan, memberikan
arahan yang harus dikerjakan sesuai rumusan tujuannya, menentukan
perbuatan-perbuatan apa yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan, dan
mendorong tercapainya prestasi. Karena motivasi sangat begitu penting dalam
belajar, maka guru sebagai pengajar di kelas bertugas membangkitkan motivasi
siswa agar siswa mau mengikuti serangkaian kegiatan pembelajaran di kelas
sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.
John Keller (2008: 1) membagi
motivasi menjadi empat aspek: attention
(perhatian), relevance (relevansi), confidence (percaya
diri), satisfaction (kepuasan).
a.
Attention (perhatian)
Perhatian siswa pada saat
pembelajaran diperlukan untuk membangkitkan minat dan rasa ingin tahu. Untuk
menimbulkan perhatian dari siswa terhadap materi yang akan dipelajari, dapat
dilakukan dengan cara meningkatkan pemahaman siswa, membimbing siswa untuk
menemukan informasi, dan adanya variasi kegiatan pembelajaran.
b.
Relevance (relevansi)
Relevansi merupakan kemampuan siswa dalam menghubungkan materi pembelajaran
dengan motif dan keperluan dalam kehidupan sehari-hari sehingga mendorong siswa
dalam memahami materi yang akan dipelajari.
c.
Confidence (percaya diri)
Percaya diri dapat membantu siswa untuk terus berusaha menggunakan
kesempatan yang ada pada saat proses pembelajaran. Kepercayaan diri juga merupakan dukungan dan
kontrol yang berasal dari dalam diri siswa untuk melakukan sesuatu. Siswa yang
mempunyai kepercayaan diri yang kuat senantiasa yakin terhadap langkah-langkah
penyelesaian dan jawaban yang diperolehnya.
d.
Satisfaction (kepuasan)
Kepuasan siswa dalam belajar dapat dilihat dari prestasi yang dicapai
melalui usaha sendiri dan mendapatkan pujian dari orang lain. Ketika siswa
dapat menghargai hasil yang diperolehnya, maka ia akan termotivasi untuk belajar.
Kepuasan yang didukung adanya
motivasi merupakan faktor intrinsik dari
siswa.
Hamzah
Uno juga memberikan pendapat tentang motivasi. Menurutnya motivasi belajar
dapat muncul dari dalam diri siswa sendiri maupun adanya faktor dari luar.
Hamzah (2008: 7) membedakan motivasi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik.
a.
Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik yaitu motivasi yang muncul dari dalam diri seseorang
seperti minat atau keingintahuan, sehingga seseorang tidak lagi termotivasi
oleh bentuk-bentuk hukuman. Konsep motivasi intrinsik mengidentifikasikan
tingkah laku seseorang yang merasa senang terhadap sesuatu, apabila ia
menyenangi kegiatan itu maka akan termotivasi untuk melakukan kegiatan
tersebut.
b.
Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah
motivasi yang disebabkan oleh keinginan untuk menerima ganjaran atau
menghindari hukuman.
Sejalan dengan Hamzah Uno, Sardiman (2005:
89-91) juga membagi motivasi menjadi dua macam yaitu motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik.
a. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah
motif-motif yang berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam
diri tiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah
motif-motif yang berfungsinya karena adanya perangsang dari luar, seperti
hadiah, pujian, hukuman.
Dari beberapa pendapat
mengenai macam motivasi, dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 aspek yang
mempengaruhi motivasi belajar meliputi attention (perhatian), relevance
(relevansi), confidence (percaya diri), satisfaction (kepuasan).
Didalam keempat aspek motivasi tersebut sudah meliputi motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik.
a)
Attention (perhatian)
Perhatian siswa terhadap pelajaran yang disampaikan dapat dibangkitkan
dengan menciptakan suasana belajar agar menyenangkan. Hal ini merupakan faktor ekstrinsik yang perlu diciptakan oleh guru dengan adanya
variasi kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran harus dapat membangkitkan
minat siswa untuk mengikutinya sehingga siswa tidak merasa bosan dalam belajar.
Jika siswa sudah tertarik mengikuti kegiatan pembelajaran, maka siswa menjadi
tekun dalam belajarnya. Sebagai contoh, dalam pelaksanaan pembelajaran dengan
materi peluang siswa diminta melakukan percobaan menggunakan mata dadu. Dengan
media yang digunakan tersebut siswa menjadi antusias mengikuti pelajaran dan
tidak merasa bosan. Siswa menjadi tekun dalam menyelesaikan kegiatan-kegiatan
yang diberikan oleh guru.
b)
Relevance (relevansi)
Dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran, materi yang disampaikan
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari agar lebih mudah dimengerti oleh
siswa. Siswa lebih mengetahui manfaat apa yang akan dipelajarinya sehingga
mendorong siswa untuk mempelajarinya. Sebagai contoh, guru memberikan contoh
permasalahan teori peluang yang biasa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari
seperti peluang terpilihnya ketua kelas dari 5 orang yang dicalonkan, peluang
munculnya mata dadu 5 dari pelemparan dadu.
c)
Confidence (percaya diri)
Rasa percaya diri muncul dari
dalam diri siswa tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor ekstrinsik yang ada
disekitarnya. Kepercayaan diri yang dimiliki siswa dapat membantu dalam
menyelesaikan permasalahan. Langkah-langkah
pemecahan masalah yang akan diambil memerlukan keyakinan dan alasan
untuk menggunakannya. Siswa juga senantiasa mempertahankan jawaban atau
pendapat yang dimilikinya jika ia memiliki rasa percaya diri yang kuat. Sebagai
contoh dalam kegiatan presentasi, siswa yang memiliki rasa percaya diri yang
kuat akan yakin dalam menyampaikan jawabannya di depan kelas. Pendapatnya juga
tidak mudah berubah meskipun ada jawaban yang berbeda dengan jawaban yang
dimilikinya. Siswa dengan yakin memberikan alasan kenapa menggunakan langkah
pemecahan masalah tersebut.
d)
Satisfaction (kepuasan)
Kepuasan siswa dapat diperoleh dari kebanggaan atas hasil yang
diperolehnya. Kepuasan juga bisa
datang dari luar seperti pemberian pujian atau hadiah yang diterimanya. Hasil
yang diperoleh siswa dapat menjadikan motivasi untuk mendapatkan prestasi yang
lebih baik lagi.
Motivasi muncul karena adanya kebutuhan,
begitu juga dengan minat. Motivasi sangat berhubungan erat dengan unsur minat
sehingga motivasi intrinsik lebih kuat daripada motivasi ekstrinsik. Sardiman
(2005: 83-84) mengemukakan bahwa ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi tinggi
meliputi: siswa tekun menghadapi tugas, ulet menghadapi kesulitan dan tidak
cepat puas dengan prestasi yang didapatkan, lebih senang bekerja mandiri, dorongan
belajar untuk mencapai tujuan, cepat bosan dengan tugas-tugas yang rutin, dapat
mempertahankan pendapatnya jika sudah yakin akan sesuatu, tidak mudah
melepaskan hal yang diyakini, senang mencari dan memecahkan soal-soal. Menurut
Dedi Supriyadi (2005: 86), motivasi belajar siswa dapat diamati dari beberapa
aspek yaitu ketekunan dalam belajar, keseringan belajar, komitmen dalam
memenuhi tugas sekolah dan frekuensi kehadiran siswa disekolah. Dari pendapat
yang disampaikan sardiman dan Dedi Supriyadi, dapat diambil kesimpulan bahwa
ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi tinggi dalam belajar adalah ketertarikan
siswa dalam kegiatan pembelajaran matemátika, ketekunan siswa dalam menghadapi
tugas, keuletan siswa dalam menghadapi
kesulitan, keinginan untuk mendalami materi pelajaran lebih jauh, dorongan
belajar untuk mencapai tujuan, kemandirian siswa dalam belajar, keyakinan siswa
dalam mempertahankan jawabannya, usaha untuk berprestasi lebih baik dan
kebanggaan atas hasil yang dicapai.
2.
SIKAP
Sikap merupakan kecenderungan
untuk bertindak dalam mengadapi situasi tertentu. Sikap tidak muncul seketika,
tetapi disusun dan dibentuk melalui pengalaman serta memberikan pengaruh kepada
seseorang.
Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari dan sikap menentukan bagaimana
individu berinteraksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari dalam kehidupan. Sikap mengandung komponen kognitif, afektif, dan
tingkah laku yang ketiganya sangat berpengaruh dalam belajar siswa.
3.
SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI)
Akhir-akhir ini ramai dibicarakan Sekolah Bertaraf Internsional atau SBI.
Sebuah kebijakan pemerintah Indonesia untuk memperbaiki kualitas pendidikan
nasional agar memiliki daya saing dengan negara-negara maju lainnya. Icon
SBI di mata masyarakat Indonesia tak bisa lepas dari bilingual sebagai medium
of instruction, multi media dalam pembelajaran di kelas, berstandar
internasional, ataupun sebagai sekolah prestisius dengan jalinan
kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara anggota OECD maupun
lembaga-lembaga tes/sertifikasi internasional, seperti Cambridge, IB,
TOEFL/TOEIC, ISO, dan lain-lain.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai landasan hukum penyelenggaraan
SBI, konsep dan karakteristik SBI, maupun analisis kritis terhadap kebijakan
SBI. Adapun mengenai Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) secara
garis besar adalah sebagai berikut:
1. Landasan Hukum
- UU Sisdiknas Pasal 50 Ayat 3
Pemerintah dan/atau pemerintah
daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua
jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf
internasional.
- Kebijakan Pokok Pembangunan Pendidikan Nasional dalam Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009.
1). Pemerataan dan Perluasan Akses
2). Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing. Salah satunya
pembangunan sekolah bertaraf internasional untuk meningkatkan daya saing
bangsa. Dalam hal ini, pemerintah perlu mengembangan SBI pada tingkat
kabupaten/kota melalui kerja sama yang konsisten antara Pemerintah dengan
Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan untuk mengembangkan SD, SMP, SMA,
dan SMK yang bertaraf internasional sebanyak 112 unit di seluruh Indonesia.
3). Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Pencitraan Publik.
2. Konsep Sekolah Bertaraf
Internasional (SBI)
- Filosofi Eksistensialisme dan Esensialisme
Penyelenggaraan SBI didasari filosofi eksistensialisme
dan esensialisme (fungsionalisme). Filosofi eksistensialisme berkeyakinan
bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik
seoptimal mungkin melalui fasilitas yang dilaksanakan melalui proses pendidikan
yang bermartabat, pro-perubahan, kreatif, inovatif, dan eksperimentif),
menum-buhkan dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik.
Filosofi eksistensialisme berpandangan bahwa
dalam proses belajar mengajar, peserta didik harus diberi perlakuan secara
maksimal untuk mengaktualkan, mengeksiskan, menyalurkan semua potensinya, baik
potensi (kompetensi) intelektual (IQ), emosional (EQ), dan Spiritual (SQ).
Filosofi esensialisme menekankan bahwa
pendidikan harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan
individu, keluarga, maupun kebutuhan berbagai sektor dan sub-sub sektornya,
baik lokal, nasional, maupun internasional. Terkait dengan tuntutan
globalisasi, pendidikan harus menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu
bersaing secara internasional. Dalam mengaktualkan kedua filosofi tersebut,
empat pilar pendidikan, yaitu: learning to know, learning to do, learning to
live together, and learning to be merupakan patokan berharga bagi
penyelarasan praktek-praktek penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, mulai
dari kurikulum, guru, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana, hingga
sampai penilainya.
- SNP + X (OECD)
Rumusan SNP + X (OECD) maksudnya adalah SNP singkatan
dari Standar Nasional Pendidikan plus X. Sedangkan OECD singkatan dari Organization
for Economic Co-operation and Development atau sebuah organisasi kerjasama
antar negara dalam bidang ekonomi dan pengembangan. Anggota organisasi ini
biasanya memiliki keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah diakui
standarnya secara internasional. Yang termasuk anggota OECD ialah: Australia,
Austria, Belgium, Canada, Czech Republic, Denmark, Finland, France, Germany,
Greece, Hungary, Iceland, Ireland, Italy, Japan, Korea, Luxembourg, Mexico,
Netherlands, New Zealand, Norway, Poland, Portugal, Slovak Republic, Spain,
Sweden, Switzerland, Turkey, United Kingdom, United States dan Negara maju
lainnya seperti Chile, Estonia, Israel, Russia, Slovenia, Singapore, dan
Hongkong.
Sebagaimana dalam “Pedoman Penjaminan Mutu
Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan
Menengah tahun 2007”, bahwa sekolah/madarasah internasional adalah yang sudah
memenuhi seluruh Standar Nasioanl Pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan mengacu
pada standar pendidikan salah satu Negara anggota Organization for Economic
Co-operation and Development (OECD) dan /atau Negara maju lainnya yang
mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, sehingga memiliki daya
saing di forum Internasional.
Jadi, SNP+X di atas artinya bahwa dalam
penyelenggaraan SBI, sekolah/madrasah harus memenuhi Standar Nasional
Pendidikan (Indonesia) dan ditambah dengan indikator X, maksudnya ditambah atau
diperkaya/di-kembangkan/diperluas/diperdalam dengan standar anggota OECD di
atas atau dengan pusat-pusat pelatihan, industri, lembaga-lembaga
tes/sertifikasi inter-nasional, seperti Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC, ISO,
pusat-pusat studi dan organisasi-organisasi multilateral seperti UNESCO,
UNICEF, SEAMEO, dan sebagainya.
Ada dua cara yang dapat dilakukan sekolah/madrasah
untuk memenuhi karakteristik (konsep) Sekolah Bertaraf Internasional (SBI),
yaitu sekolah yang telah melaksanakan dan memenuhi delapan unsur SNP sebagai indikator kinerja minimal ditambah
dengan (X) sebagai indikator kinerja kunci
tambahan. Dua cara itu adalah: (1) adaptasi, yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada
dalam SNP dengan mengacu (setara/sama) dengan standar pendidikan salah satu
anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam
bidang pendidikan, diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara
internasional, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional;
dan (2) adopsi, yaitu penambahan
atau pengayaan/pendalaman/penguatan/perluasan dari unsur-unsur tertentu yang
belum ada diantara delapan unsure SNP dengan tetap mengacu pada standar
pendidikan salah satu anggota OECD/negara maju lainnya.
- Karakteristik Sekolah Bertaraf Internasional
1). Karakteristik visi
Dalam sebuah lembaga/organisasi, menentukan visi
sangat penting sebagai arahan dan tujuan yang akan dicapai. Tony
Bush&Merianne Coleman menjelaskan visi untuk menggambarkan masa depan
organisasi yang diinginkan. Itu berkaitan erat dengan tujuan sekolah atau
perguruan tinggi, yang diekspresikan dalam terma-terma nilai dan menjelaskan
arah organisasi yang diinginkan. Tony Bush&Merianne Coleman mengutip
pendapat Block, bahwa visi adalah masa depan yang dipilih, sebuah keadaan yang
diinginkan.
Visi Sekolah Bertaraf Internasional adalah: Terwujudnya Insan Indonesia yang cerdas dan
kompetitif secara internasional. Visi ini mengisyaratkan secara tidak
langsung gambaran tujuan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah model
SBI, yaitu mewujudkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif/memiliki daya
saing secara internasional.
2). Karakteristik Esensial
Karakteristik esensial dalam indikator kunci minimal
(SNP) dan indikator kunci tambahan (x) sebagai jaminan mutu pendidikan bertaraf
internasional dapat dilihat pada table di bawah ini.
Karakteristik Esensial SMP-SBI sebagai Penjaminan Mutu
Pendidikan
Bertaraf Internasional
No
|
Obyek Penjaminan Mutu
(unsur Pendidikan dalam SNP)
|
Indikator Kinerja Kunci
Minimal (dalam SNP)
|
Indikator Kinerja Kunci
Tambahan sebagai (x-nya)
|
I
|
Akreditasi
|
Berakreditasi
A dari BAN-Sekolah dan Madrasah
|
Berakreditasi
tambahan dari badan akreditasi sekolah pada salah satu lembaga akreditasi
pada salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang
mempunyai keung-gulan tertentu dalam bidang pendidikan
|
II
|
Kurikulum
(Standar Isi) dan Standar Kompe-tensi lulusan
|
Menerapkan
KTSP
|
Sekolah
telah menerapkan system administrasi akademik berbasis teknologi Informasi
dan Komu-nikasi (TIK) dimana setiap siswa dapat meng-akses transkipnya
masing-masing.
|
Memenuhi
Standar Isi
|
Muatan
pelajaramn (isis) dalam kurikulum telah setara atau lebih tinggi dari muatan
pelajaran yang sama pada sekolah unggul dari salah satu negara diantara 30
negara anggota OECD dan/atau dari negara maju lainnya.
|
||
Memenuhi
SKL
|
Penerapan
standar kelulusan yang setara atau lebih tinggi dari SNP
|
||
Meraih
mendali tingkat internasional pada berbagai kompetensi sains, matematika,
tekno-logi, seni, dan olah raga.
|
|||
III
|
Proses
Pembelajaran
|
Memenuhi
Standar Proses
|
· Proses
pembelajaran pada semua mata pelajaran telah menjadi teladan atau rujukan
bagi sekolah lainnya dalam pengembangan akhlak mulia, budi pekerti luhur,
kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa kewirausahaan, jiwa patriot, dan jiwa
inovator
· Proses
pembelajaran telah diperkaya dengan model-model proses pembelajaran sekolah
unggul dari salah satu negara diantara 30 negara anggota OECD dan/atau negara
maju lainnya.
· Penerapan
proses pembelajaran berbasis TIK pada semua mapel
· Pembelajaran
pada mapel IPA, Matematika, dan lainnya dengan bahasa Inggris, kecuali mapel
bahasa Indonesia.
|
IV
|
Penilaian
|
Memenuhi
Standar Penilai-an
|
Sistem/model
penilaian telah diperkaya dengan system/model penilaian dari sekolah unggul
di salah satu negara diantara 30 negara anggota OECD dan/atau negara maju
lainnnya.
|
V
|
Pendidik
|
Memenuhi
Standar Pen-didik
|
· Guru
sains, matematika, dan teknologi mampu mengajar dengan bahasa Inggris
· Semua
guru mampu memfasilitasi pem-belajaran berbasis TIK
· Minimal
20% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya
terakreditasi A
|
VI
|
Tenaga
Kependidikan
|
Memenuhi
Standar Tenaga Kependidikan
|
· Kepala
sekolah berpendidikan minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya
terakreditasi A
· Kepala
sekolah telah menempuh pelatihan kepala sekolah yang diakui oleh Pemerintah
· Kepala
sekolah mampu berbahasa Inggris secara aktif
· Kepala
sekolah memiliki visi internasional, mampu membangun jejaring internasional,
memiliki kompetensi manajerial, serta jiwa kepemimpinan dan enterprenual yang
kuat
|
VII
|
Sarana
Prasarana
|
Memenuhi
Standar Sarana Prasarana
|
· Setiap
ruang kelas dilengkapi sarana pembelajaran berbasis TIK
· Sarana
perpustakaan TELAH dilengkapi dengan sarana digital yang memberikan akses ke
sumber pembelajaran berbasis TIK di seluruh dunia
· Dilengkapi
dengan ruang multi media, ruang unjuk seni budaya, fasilitas olah raga,
klinik, dan lain-lain.
|
VIII
|
Pengelolaan
|
Memenuhi
Standar Penge-lolaan
|
· Sekolah
meraih sertifikat ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya (2001, dst) dan ISO
14000
· Merupakan
sekolah multi kultural
· Sekolah
telah menjalin hubungan “sister school” dengan sekolah bertaraf/berstandar
internasional diluar negeri
· Sekolah
terbebas dari rokok, narkoba, kekerasan, kriminal, pelecehan seksual, dan
lain-lain
· Sekolah
menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam semua aspek pengelolaan sekolah
|
IX
|
Pembiayaan
|
Memenuhi
Standar Pem-biayaan
|
· Menerapkan
model pembiayaan yang efisien untuk mencapai berbagai target indikator kunci
tambahan
|
3). Karakteristik Penjaminan Mutu (Quality
Assurance)
a). output (produk)/lulusan SBI
Adalah memiliki kemampuan-kemampuan bertaraf nasional
plus internasional sekaligus, yang ditunjukkan oleh penguasaan SNP Indonesia
dan penguasaan kemampuan-kemampuan kunci yang diperlukan dalam era global.
Ciri-ciri output/outcomes SBI sebagai
berikut; (1) lulusan SBI dapat melanjtkan pendidikan pada satuan pendidikan
yang bertaraf internasional, baik di dalam negeri maupun luar negeri, (2)
lulusan SBI dapat bekerja pada lembaga-lembaga internasional dan/atau
negara-negara lain, dan (3) meraih mendali tingkat internasional pada berbagai
kompetensi sains, matematika, teknologi, seni, dan olah raga.
b). proses pembelajaran SBI
Ciri-ciri proses pembelajaran, penilaian, dan penyelenggaraan SBI sebagai
berikut: (1) pro-perubahan, yaitu proses pembelajaran yang mampu menumbuhkan
dan mengembangkan daya kreasi, inovasi, nalar, dan eksperimentasi untuk
menemukan kemungkinan-kemungkinan baru, a joy of discovery, (2)
menerapkan model pem-belajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan; student
centered; reflective learning, active learning; enjoyable dan joyful
learning, cooperative learning; quantum learning; learning revolution; dan contextual
learning, yang kesemuanya itu telah memiliki standar internasional; (3)
menerapkan proses pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran; (4)
proses pembelajaran menggunakan bahasa Inggris, khususnya mata pelajaran sains,
matematika, dan teknologi; (5) proses penilaian dengan menggunakan model
penilaian sekolah unggul dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya,
dan (6)dalam penyelenggaraan SBI harus menggunakan standar manajemen
intenasional, yaitu mengoimplementasikan dan meraih ISO 9001 versi 2000 atau
sesudahnya dan ISO 14000, dan menjalin hubungan sister school dengan
sekolah bertaraf internasional di luar negeri.
c). input
ciri input
SBI ialah (1) telah terakreditasi dari badan akreditasi sekolah di salah negara
anggota OECD atau negara maju lainnya, (2) standar lulusan lebih tinggi
daripada standar kelulusan nasional, (3) jumlah guru minimal 20% berpendidikan
S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A dan mampu
berbahasa inggris aktif. Kepala sekolah minimal S2 dari perguruan tinggi yang
program studinya terakreditasi A dan mampu berbahasa inggris aktif. (4) siswa
baru (intake) diseleksi secara ketat melalui saringan rapor SD, ujian
akhir sekolah, scholastic aptitude test (SAT), kesehatan fisik, dan tes
wawancara. Siswa baru SBI memeliki potensi kecerdasan unggul yang ditunjukkan
oleh kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual, dan berbakat luar biasa.
4.
ANALISIS MOTIVASI SIKAP PADA SBI
Tujuan utama penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional salah satunya
adalah upaya meningakatkan motivas belajar maupun menumbuhkan sikaps siswa yang
berkualitas pendidikan internasonal, khususnya supaya eksistensi pendidikan
nasional Indonesia diakui di mata dunia dan memiliki daya saing dengan
negara-negara maju lainnya.
Kebijakan pemerintah mengenai SBI selain didukung
secara konstitusi dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 50 ayat
(3), dan juga - menurut Satria Dharma -, SBI merupakan proyek prestisius, karena akan dibiayai oleh Pemerintah Pusat 50%,
Pemerintah Propinsi 30%, dan Pemerintah Kabupaten/Kota 20%. Padahal, untuk
setiap sekolahnya saja Pemerintah Pusat mengeluarkan 300 juta rupiah setiap
tahun paling tidak selama 3 (tiga) tahun dalam masa rintisan tersebut.
Sejak dilendingkan kebijakan SBI, pemerintah menuai
pujian dan juga kritikan, baik itu pujian bahwa kebijakan SBI merupakan langkah
maju untuk memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia, maupun kritikan bahwa
konsep ini tidak didahului dengan studi secara mendalam.
Ada beberapa hal yang dapat kita jadikan sebagai bahan
pertimbangan untuk mengkritisi kebijakan pemerintah tentang SBI tersebut.
1. SBI lebih
cenderung menggunakan perencanaan pendidikan dengan Pendekatan Cost
Effectivenes (efektivitas biaya).
Pendekatan Cost Effectiveness adalah pendekatan
yg menitikberatkan pemanfaatan biaya secermat mungkin untuk mendapatkan hasil
pendidikan yang seoptimal mungkin, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Pendidikan
ini hanya diadakan jika benar-benar memberikan keuntungan yang relatif pasti,
baik bagi penyelenggara maupun peserta didik.
Konsekwensi dari pendekatan ini adalah tidak semua
anak dapat mengenyam pendidikan di SBI, sebab SBI lebih menekankan efektivitas
pendidikan dalam mencapai hasil yang optimal baik secara kuantitas maupun
kualitas, sehingga input pun diambil dari anak-anak yang memiliki kemampuan
unggul, baik secara akademik, emosional, spiritual bahkan finansial.
2. Potensi
terjadi Sistem Pendidikan yang Bersifat Diskriminatif dan Eksklusif.
Penyelenggaraan
SBI akan melahirkan konsep pendidikan yang diskri-minatif
(hanya diperuntukkan bagi siswa yang memiliki kemam-puan/kecerdasan unggul) dan
ekslusif (pendidikan bagi anak orang kaya).
3. Konsep
SNP+X kurang jelas
Dalam
kurikulum SBI ada rumus SNP+X. Artinya Standar Nasional Pendidikan ditambah
atau diperkaya/dikembangkan/diperluas/diperdalam dengan standar internasional
dari salah satu anggota OECD atau lembaga tes/sertifikasi internsional.
Faktor
X dalam rumus di atas tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas. Sebab, konsep
ini tidak menjelaskan lembaga/negara tertentu yang harus diadaptasi/diadopsi
standarnya, dan faktor apa saja yang harus
ditambah/diperkaya/dikembangkan/diperluas/diperdalam? Apakah sistem
pembelajaran bahasanya, teknologinya, ekonominya, dan lain-lain. Sehingga
menurut Satria Dharma, mungkin ini merupakan strategi agar target yang hendak
dikejar menjadi longgar dan sulit untuk diukur.
4.
Potensi terjadi komersialisasi pendidikan
Lahirnya SBI bisa membawa dampak komersialisasi pendidikan kepada para
pelanggan jasa pendidikan, semisal masyarakat, siswa atau orang tua. Indikasi
ini nampak ketika sekolah SBI menarik puluhan juta kepada siswa baru yang ingin
masuk sekolah SBI. Hal ini dilakukan dengan dalih bahwa sekolah tersebut
bertaraf internasional, dilengkapi dengan sistem pembelajaran yang mengacu pada
negara anggota OECD, menggunakan teknologi informasi canggih, bilingual, dan
lain-lain.
5.
Tujuan pendidikan yang misleading
Selama ini siswa SBI dihadapkan pada 2 kiblat ujian,
yakni UNAS dan Cambridge misalnya. Beberapa sekolah nasional plus yang selama
ini dirancang untuk mengikuti dua kiblat tersebut mengakui bahwa sangat sulit mereka untuk
mengikuti dua kiblat sekaligus.
Satria Dharma mengatakan bahwa jika yang hendak dituju
adalah peningkatan kualitas pembelajaran dan output pendidikan, maka
mengadopsi atau berkiblat pada sistem ujian Cambridge ataupun IB bukanlah
jawabannya. Bahkan, sebenarnya menggerakkan semua potensi terbaik pendidikan di
Indonesia untuk berkiblat ke sistem Cambridge adalah sebuah pengkhianatan terhadap tujuan
pendidikan nasional itu sendiri.
6.
Konsep SBI cenderung lebih menekankan pada alat
daripada proses. Indikasi ini nampak ketika penyelenggaraan SBI lebih
mementingkan alat/media pembelajaran yang canggih, bilingual sebagai medium
of instruction, berstandar internasional, daripada proses penanaman nilai
pada peserta didik. Prof Djohar menyatakan bahwa tuntutan pendidikan global
jangan diartikan hanya mempersoalkan kedudukan pendidikan kita terhadap
rangking kita dengan negara-negara lain, akan tetapi harus kita arahkan kepada
perbaikan pendidikan kita demi eksistensi anak bangsa kita untuk hidup di alam
percaturan global, dengan kreativitasnya, dengan EI-nya dan dengan AQ-nya, dan
dengan pengetahuannya yang tidak lepas dari kenyataan hidup nyata mereka.
7.
Konsep ini berangkat dari asumsi yang salah tentang
penguasaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dan hubungannya dengan nilai
TOEFL. Penggagas mengasumsikan bahwa untuk dapat mengajar hard science dalam
bahasa Inggris maka guru harus memiliki TOEFL >500. Padahal tidak ada
hubungan antara nilai TOEFL dengan kemampuan mengajar hard science dalam bahasa
Inggris. Skor TOEFL yang tinggi belum menjamin kefasihan dan kemampuan orang
dalam menyampaikan gagasan dalam bahasa Inggris. TOEFL lebih cenderung mengukur
kompetensi seseorang, padahal yang dibutuhkan guru sekolah bilingual
adalah performance-nya, dan performance ini banyak dipengaruhi
faktor-faktor non-linguistic.
8.
Kebijakan SBI bertolak belakang dengan otonomi sekolah
dan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Bergulirnya otonomi sekolah melahirkan sistem Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS). Menurut Prof. Djohar, MBS digunakan sebagai legitimasi untuk menentukan
kebijakan sistem pembelajaran di sekolah. Sekolah memiliki kemerdekaan untuk
menentukan kebijakan yang diambil, termasuk kemerdekaan guru dan siswa untuk
menentukan sistem pembelajarannya. Sedangkan dalam SBI, sekolah masih
dibelenggu dengan sistem pembelajaran dari negara lain.
C. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari
kajian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional
(SBI) merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dan
mengembangkan sikap siswa yang berkualitas pendidikan internasonal agar
mempunyai daya saing dengan negara maju di era global. Salah satunya dengan
mengadopsi standar internasional anggota OECD sebagai faktor kunci tambahan di
samping Standar Nasional Pendidikan.
Dalam
perjalanannya, kebijakan SBI mulai terlihat beberapa kelemahan, baik secara
konseptual maupun sistem pembelajarannya yang diantaranya berkaitan dengan
motivasi beajar dan sikap siswa yang seharusnya mencerminkan siswa Sekolah
Bertaraf Internasional. Ibarat kata pepatah tiada gading tak retak, maka
pemerintah sebaiknya melakukan berbagai langkah perbaikan konsep dengan
melibatkan pelbagai unsur/stakeholders pendidikan dan melakukan
studi/penelitian mendalam sebelum kebijakan tersebut bergulir sehingga
kemungikinan-kemungkinan akan kekurang sempurnaan dalam pelaksanaan kebijakan
dapat ditekan semaksimal mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Anita Woolfolk, E. 2004. Educational Psychology. United State
of America: Pearson Education.
Astusti. 2008. Menumbuhkan Motivasi Belajar Siswa Melalui
Kerjasama Guru dan Orang Tua. http://pustakailmiah.unila.ac.id/wp-content/uploads/.../
ABSTRAK28.pdf. Diakses
pada tgl 2 April 2010
Brahier D.J. 2008. Motivation and Disposition : Pathways to
Learning Mathematics.http://my.nctm.org/eresources/view_media.asp?article_id=845.
Diakses pada tgl 2 April 2010
Dedi Supriyadi. 2005. Membangun Bangsa melalui Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Djaali. 2008. Psikologi
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Elliot, Kratochwill,
Littlefield Cook & Travers . 2004. Educational Psychology: Thirth
Edition. United State of
America: The Mc Graw Hill Companies
Erman Suherman,dkk. 2001. Strategi
Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI
Hamzah Uno B . 2007. Teori
Motivasi dan Pengukurannya Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Kenneth Hoover. H. 1970. Learning
and Teaching in The Secondary School. Boston: Allyn and Bacon.
Made Wena. 2009. Strategi
Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta:
Bumi Aksara
Sardiman A.M . 2005. Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada
Sobry Sutikno, M. 2007. Peran Guru Dalam Membangkitkan Motivasi
Belajar Siswa. http://www.bruderfic.or.id/.../peran-guru-dalam-membangkitkan-motivasi-belajar-siswa.html.
Diakses pada tgl 2 April 2010
terima kasih artikelnya
BalasHapussama2 mas...mga bermanfaat..
BalasHapus