MENGEMBANGKAN MOTIVASI DAN SIKAP PADA SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI)

MENGEMBANGKAN MOTIVASI DAN SIKAP PADA
SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI)
Oleh:
Dafid Slamet Setiana
11709251006
ABSTRAK
            Penulisan makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengembangan motivasi dan siap belajar matematika siswa di Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Subyek dalam penulisan makalah ini adalah siswa-siswa di Sekolah Bertaraf Internasional.
Penulisan makalah ini didasarkan pada beberapa ironi kesenjangan antara berbagai standar mitivasi maupun kriteria sikap bagi siswa-siswa yang bersekolah di Sekolah Bertaraf Internasional dengan fakta di lapangan yang menunjukkan kecenderungan masih relatif kurang atau bahkan jauh dari standar maupun kriteria-kriteria yang telah dipatok tersebut. Untuk mengatasi hal itu, jelas membutuhkan perhatian yang khusus mengenai motivasi maupun pengembangan sikap siswa yang bersekolah di Sekolah Bertaraf Internasional pada khususya, baik dengan meningkatkan peran aktif dari sekolah maupun pemerintah.
            Dari berbagai sumber yang menyebutkan bahwa masih jauhnya target standar motiasi maupun sikap seorang siswa yang mencerminkan siswa Sekolah Bertaraf Internasional, maka perlu peninjauan secara rutin dari pemerintah dengan bekerja sama dengan seolah yang terkait untuk selalu meningkatkan usaha untuk menjadikan motivasi maupun sikap dari siswa Sekolah Bertaraf Internasional  mencerminkan karakter sesungguhnya dari Sekolah Bertaraf Internasinal tersebut. Di sisi lain, berkaitan dengan penulisan makalah ini yang baru berdasarkan sumber-sumber tertulis, maka perlu peninjauan lanjutan ke lapangan untuk mengetahi keadaan siswa yang berkaitan dengan motivasi maupun sikap yang mencerminkan siswa Sekolah Bertaraf Internasional.
 A. PENDAHULUAN
Pendidikan adalah tujuan sadar yang bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia, sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka dalam pelaksanaannya berada dalam suatu proses yang berkesinambungan dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan semuanya berkaitan dalam suatu sistem pendidikan yang integral (Djamarah, 2005:22). Pendidikan pada hakekatnya merupakan upaya untuk mengembalikan dan meningkatkan aktifitas guru dan siswa.
Keberhasilan pembelajaran dalam arti tercapainya standar kompetensi sangat tergantung pada kemampuan guru mengolah pembelajaran yang dapat menciptakan situasi yang memungkinkan siswa belajar sehingga merupakan titik awal berhasilnya pembelajaran. Rendahnya mutu pendidikan pembelajaran dapat diartikan kurang efektifnya proses pembelajaran. Penyebabnya dapat berasal dari siswa, guru maupun sarana dan prasarana yang kurang memadai, minat dan motivasi yang rendah, kinerja guru yang rendah akan menyebabkan pembelajaran kurang efektif.
Menurut Susilo (1998:42) guru matematika yang baik adalah guru yang mampu  mengatasi dan menyelesaikan masalah pembelajaran didalam kelas secara bijaksana. Belajar dan mengajar pada dasarnya adalah interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam situasi pendidikan. Tujuan yang hendak dicapai agar dapat memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan sikap pelajar sebagai bentuk perubahan perilaku siswa dalam belajar. Belajar dan strategi belajar merupakan faktor yang dapat menentukan keberhasilan siswa.
Dalam proses belajar mengajar, hal yang paling berperan adalah cara guru mengajar atau menyampaikan pelajaran yang bertujuan untuk menarik perhatian siswa. Dalam hal ini metode yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan dan juga alat peraga yang digunakan akan mempermudah siswa untuk memahami materi. Metode yang akan digunakan dapat memberikan kesan agar siswa lebih menyenangi pelajaran matematika.
Meskipun pelajaran matematika jam pelajarannya lebih banyak dibanding dengan mata pelajaran yang lain, tetapi pada umumnya banyak siswa yang beranggapan bahwa pelajaran matematika itu sulit dan menakutkan serta membosankan. Hal ini menyebabkan siswa kurang memperhatikan dan kurang termotivasi untuk mempelajari matematika lebih dalam. Kesulitan maupun kegagalan yang dialami siswa tidak hanya bersumber dari kemampuan siswa yang kurang tetapi ada faktor lain yang turut menentukan keberhasilan siswa dalam belajar matematika yaitu faktor dari luar diri siswa salah satunya adalah kurangnya perhatian siswa saat guru menerangkan, metode yang digunakan guru juga kurang menarik.
Metode pembelajaran yang kurang efektif dan efisien, menyebabkan tidak seimbangnya kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, misalnya pembelajaran yang monoton dari waktu kewaktu, guru yang bersifat otoriter dan kurang bersahabat dengan siswa sehingga siswa merasa bosan dan kurang minat belajar. Untuk mengatasi hal tersebut maka guru sebagai tenaga pengajar dan pendidik harus selalu meningkatkan kualitas profesionalismenya yaitu dengan cara memberikan kesempatan belajar kepada siswa dengan melibatkan siswa secara efektif dalam proses belajar mengajar.
Adapun metode pembelajaran matematika yang umumnya digunakan oleh guru matematika pada saat ini adalah metode konvensional yang mengandalkan ceramah dan alat bantu utamanya adalah papan tulis. Sehingga metode konvensional yang digunakan pada saat mengajar menitik beratkan pada keaktifan guru, sedangkan siswa cenderung pasif. Salah satu metode pembelajaran yang digunakan untuk mengantisipasi kelemahan metode konvensional adalah pembelajaran dengan menggunakan metode Montessori. Pembelajaran dengan metode Montessori merupakan suatu pembelajaran dengan unsur permainan (belajar dengan bermain), sehingga siswa merasa gembira, aktif dan penuh semangat dalam belajar.
Kesalahan menggunakan metode dapat menghambat tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan. Dampak yang lain adalah rendahnya motivasi dan minat belajar siswa dalam pembelajaran matematika. Metode Montessori ini dirancang untuk menciptakan kerjasama antar siswa agar suasana pembelajaran dikelas menarik dan bisa menciptakan suasana kelas yang hidup. Dalam penelitian ini pada pokok bahasan yang akan dipelajari adalah bangun ruang berupa kubus dan balok, sehingga dalam penjelasan materi yang akan disampaikan perlu adanya alat bantu untuk mempermudah siswa memahami materi.
Azhar Arsyad (2002:2) menyatakan media adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran disekolah pada khususnya. Melalui metode Montessori dengan menggunakan alat peraga pada proses belajar mengajar akan lebih berkesan dan menarik agar meningkatkan motivasi dan minat belajar siswa sehingga diperoleh prestasi atau hasil belajar yang diharapkan.
Motivasi sebagai keseluruhan daya penggerak siswa didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki siswa dapat tercapai. Motivasi yaitu keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan (Sardiman, 1996: 75).
Motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan untuk mencapai sasaran atau kepuasan, keberhasilan belajar seseorang tidak lepas dari motivasi orang yang bersangkutan, oleh karena itu pada dasarnya motivasi belajar merupakan factor yang sangat menentukan keberhasilan belajar seseorang. Siswa yang memiliki motivasi luas akan mempunyai banyak aktifitas untuk melakukan kegiatan belajar. Dalam makalah ini dimaksudkan pada siswa di Sekoalh Bertaraf Internasional (SBI).
Ditinjau dari segi kekuatan dan kemantapannya, maka motivasi yang timbul dari dalam diri siswa (internal) akan lebih stabil dan mantap dibandingkan dengan perubahan yang terjadi dilingkungan. Oleh karena itu banyak sedikitnya motivasi belajar siswa yang ada pada diri siswa akan mempengaruhi prestasi belajar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melaksanakan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.
Faktor lain yang menunjang keberhasilan belajar siswa adalah minat siswa untuk belajar dan berusaha. Hal ini berarti kesempatan belajar makin banyak dan optimal jika siswa tersebut menunjukkan keseriuasannya dalam mempelajari matematika sehingga dapat membangkitkan minat dan motivasi untuk belajar. Siswa yang telah termotivasi dalam belajar matematika, ia akan lebih bersemangat dalam mempelajarinya sehingga menimbulkan minat belajarnya. Siswa mempunyai minat belajar yang tinggi akan selalu berusaha mencari, menggali dan mengembangkan potensi dasar (bakatnya), sehingga dapat menumbuhkan rasa percaya diri.

B. PEMBAHASAN
1. MOTIVASI
a.       Motivasi
Motivasi merupakan daya penggerak yang mendorong seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Siswa yang memiliki motivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk belajar, sehingga akan mempengaruhi hasil belajarnya.
Siswa dalam belajar cenderung menyesuaikan dengan kebutuhannya.  Bila siswa melihat kegunaan suatu subyek berhubungan dengan kariernya, maka mereka akan berusaha mempelajari meskipun tidak menyukainya.
1.      Motivasi Belajar Matematika
    Telah dijelaskan bahwa motivasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi belajar siswa. Untuk melakukan serangkaian aktivitas dalam belajar matematika, diperlukan motivasi yang kuat dari siswa. Siswa tidak akan sampai pada tahap operasi formal jika ia tidak mempunyai semangat yang tinggi untuk belajar matematika. Karakteristik pembelajaran yang berbeda di tiap jenjang pendidikan menyebabkan guru harus mampu memahami karakteristik siswanya dan menciptakan suasana yang kondusif dalam pembelajarannya.
   Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan merupakan penyumbang terbesar bagi pengalaman siswa sehingga sekolah menjadi faktor utama dalam membentuk pemahaman konsep siswa.  Maka dari itu, sekolah mempunyai peran dalam mengembangkan motivasi belajar siswa. Sekolah harus dapat menghasilkan siswa yang berpengalaman dengan mempermudah perkembangan pemahaman konsep siswa sehingga siswa selalu termotivasi untuk belajar matematika. Guru sebagai pendidik harus mampu membangkitkan motivasi belajar siswa agar siswa dapat  mengikuti serangkaian pembelajaran di kelas. Daniel J.Brahier (2008:1) menuliskan  “motivation involves the art of generating interest and curiosity in the study of mathematics. Motivating tasks not only challenge students but also contribute to the development of confidence in their ability to understand mathematics and to solve mathematical problem”Dalam belajar matematika,      motivasi berperan sebagai seni dalam membangkitkan ketertarikan dan keingintahuan. Memiliki motivasi tidak  hanya menantang bagi siswa tetapi juga memberikan kontribusi dalam mengembangkan kepercayaan diri atas kemampuan yang dimilikinya untuk memahami matematika dan untuk memecahkan masalah secara matematis.
   Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat (Hamzah, 2008: 3-7). Hamzah juga mendefinisikan tentang motivasi yaitu dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya.
   Menurut Sardiman (2005: 75) motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki dapat tercapai. Motivasi tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat ditunjukkan dalam tingkah laku siswa selama melakukan kegiatan belajar baik di sekolah, di rumah, maupun di tempat belajar lainnya.
   Elliot, dkk (2004: 332) menuliskan “motivation is defined as an internal state that arouses us to action, phuses us in particular direction, and keeps us engaged in certain activities“. Motivasi didefinisikan sebagai suatu keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan, mengarahkannya pada suatu tujuan dan menjaganya dalam bertingkah laku. Anita E. WoolFolk (2002: 350) juga menuliskan “motivation is usually defined as an internal state that arouses, direct, and maintains behavior”. Motivasi biasanya didefinisikan sebagai suatu keadaan dalam diri seseorang yang mendorong, mengarahkan dan menjaga tingkah laku.
Motivasi sangat penting dimiliki oleh siswa untuk membangkitkan semangat belajar siswa. Hamalik (2003: 108) mengemukakan pendapatnya tentang fungsi motivasi belajar bagi siswa, yaitu mendorong siswa untuk berbuat terhadap kegiatan yang akan dikerjakan, memberikan arahan yang harus dikerjakan sesuai rumusan tujuannya, menentukan perbuatan-perbuatan apa yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan, dan mendorong tercapainya prestasi. Karena motivasi sangat begitu penting dalam belajar, maka guru sebagai pengajar di kelas bertugas membangkitkan motivasi siswa agar siswa mau mengikuti serangkaian kegiatan pembelajaran di kelas sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.
   John Keller (2008: 1) membagi motivasi  menjadi empat aspek: attention (perhatian), relevance (relevansi), confidence (percaya diri), satisfaction (kepuasan).
a.       Attention (perhatian)
Perhatian siswa pada saat pembelajaran diperlukan untuk membangkitkan minat dan rasa ingin tahu. Untuk menimbulkan perhatian dari siswa terhadap materi yang akan dipelajari, dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pemahaman siswa, membimbing siswa untuk menemukan informasi, dan adanya variasi kegiatan pembelajaran.
b.      Relevance (relevansi)
Relevansi merupakan kemampuan siswa dalam menghubungkan materi pembelajaran dengan motif dan keperluan dalam kehidupan sehari-hari sehingga mendorong siswa dalam memahami materi yang akan dipelajari.
c.       Confidence (percaya diri)
Percaya diri dapat membantu siswa untuk terus berusaha menggunakan kesempatan yang ada pada saat proses pembelajaran. Kepercayaan diri juga merupakan dukungan dan kontrol yang berasal dari dalam diri siswa untuk melakukan sesuatu. Siswa yang mempunyai kepercayaan diri yang kuat senantiasa yakin terhadap langkah-langkah penyelesaian dan jawaban yang diperolehnya.
d.      Satisfaction (kepuasan)
Kepuasan siswa dalam belajar dapat dilihat dari prestasi yang dicapai melalui usaha sendiri dan mendapatkan pujian dari orang lain. Ketika siswa dapat menghargai hasil yang diperolehnya, maka ia akan termotivasi untuk belajar. Kepuasan yang didukung adanya motivasi merupakan faktor intrinsik  dari siswa.
     Hamzah Uno juga memberikan pendapat tentang motivasi. Menurutnya motivasi belajar dapat muncul dari dalam diri siswa sendiri maupun adanya faktor dari luar. Hamzah (2008: 7) membedakan motivasi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
a.       Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik yaitu motivasi yang muncul dari dalam diri seseorang seperti minat atau keingintahuan, sehingga seseorang tidak lagi termotivasi oleh bentuk-bentuk hukuman. Konsep motivasi intrinsik mengidentifikasikan tingkah laku seseorang yang merasa senang terhadap sesuatu, apabila ia menyenangi kegiatan itu maka akan termotivasi untuk melakukan kegiatan tersebut.
b.      Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh keinginan untuk menerima ganjaran atau menghindari hukuman.
   Sejalan dengan Hamzah Uno, Sardiman (2005: 89-91) juga membagi motivasi menjadi dua macam yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
a.       Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri tiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
b.      Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang berfungsinya karena adanya perangsang dari luar, seperti hadiah, pujian, hukuman.
Dari beberapa pendapat mengenai macam motivasi, dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 aspek yang mempengaruhi motivasi belajar meliputi attention (perhatian), relevance (relevansi), confidence (percaya diri), satisfaction (kepuasan). Didalam keempat aspek motivasi tersebut sudah meliputi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
a)      Attention (perhatian)
Perhatian siswa terhadap pelajaran yang disampaikan dapat dibangkitkan dengan menciptakan suasana belajar agar menyenangkan. Hal ini merupakan faktor ekstrinsik  yang perlu diciptakan oleh guru dengan adanya variasi kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran harus dapat membangkitkan minat siswa untuk mengikutinya sehingga siswa tidak merasa bosan dalam belajar. Jika siswa sudah tertarik mengikuti kegiatan pembelajaran, maka siswa menjadi tekun dalam belajarnya. Sebagai contoh, dalam pelaksanaan pembelajaran dengan materi peluang siswa diminta melakukan percobaan menggunakan mata dadu. Dengan media yang digunakan tersebut siswa menjadi antusias mengikuti pelajaran dan tidak merasa bosan. Siswa menjadi tekun dalam menyelesaikan kegiatan-kegiatan yang diberikan oleh guru.
b)      Relevance (relevansi)
Dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran, materi yang disampaikan dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari agar lebih mudah dimengerti oleh siswa. Siswa lebih mengetahui manfaat apa yang akan dipelajarinya sehingga mendorong siswa untuk mempelajarinya. Sebagai contoh, guru memberikan contoh permasalahan teori peluang yang biasa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari seperti peluang terpilihnya ketua kelas dari 5 orang yang dicalonkan, peluang munculnya mata dadu 5 dari pelemparan dadu.
c)      Confidence (percaya diri)
Rasa percaya diri muncul dari dalam diri siswa tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor ekstrinsik yang ada disekitarnya. Kepercayaan diri yang dimiliki siswa dapat membantu dalam menyelesaikan permasalahan. Langkah-langkah  pemecahan masalah yang akan diambil memerlukan keyakinan dan alasan untuk menggunakannya. Siswa juga senantiasa mempertahankan jawaban atau pendapat yang dimilikinya jika ia memiliki rasa percaya diri yang kuat. Sebagai contoh dalam kegiatan presentasi, siswa yang memiliki rasa percaya diri yang kuat akan yakin dalam menyampaikan jawabannya di depan kelas. Pendapatnya juga tidak mudah berubah meskipun ada jawaban yang berbeda dengan jawaban yang dimilikinya. Siswa dengan yakin memberikan alasan kenapa menggunakan langkah pemecahan masalah tersebut.
d)     Satisfaction (kepuasan)
Kepuasan siswa dapat diperoleh dari kebanggaan atas hasil yang diperolehnya. Kepuasan juga bisa datang dari luar seperti pemberian pujian atau hadiah yang diterimanya. Hasil yang diperoleh siswa dapat menjadikan motivasi untuk mendapatkan prestasi yang lebih baik lagi. 
   Motivasi muncul karena adanya kebutuhan, begitu juga dengan minat. Motivasi sangat berhubungan erat dengan unsur minat sehingga motivasi intrinsik lebih kuat daripada motivasi ekstrinsik. Sardiman (2005: 83-84) mengemukakan bahwa ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi tinggi meliputi: siswa tekun menghadapi tugas, ulet menghadapi kesulitan dan tidak cepat puas dengan prestasi yang didapatkan, lebih senang bekerja mandiri, dorongan belajar untuk mencapai tujuan, cepat bosan dengan tugas-tugas yang rutin, dapat mempertahankan pendapatnya jika sudah yakin akan sesuatu, tidak mudah melepaskan hal yang diyakini, senang mencari dan memecahkan soal-soal. Menurut Dedi Supriyadi (2005: 86), motivasi belajar siswa dapat diamati dari beberapa aspek yaitu ketekunan dalam belajar, keseringan belajar, komitmen dalam memenuhi tugas sekolah dan frekuensi kehadiran siswa disekolah. Dari pendapat yang disampaikan sardiman dan Dedi Supriyadi, dapat diambil kesimpulan bahwa ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi tinggi dalam belajar adalah ketertarikan siswa dalam kegiatan pembelajaran matemátika, ketekunan siswa dalam menghadapi tugas,  keuletan siswa dalam menghadapi kesulitan, keinginan untuk mendalami materi pelajaran lebih jauh, dorongan belajar untuk mencapai tujuan, kemandirian siswa dalam belajar, keyakinan siswa dalam mempertahankan jawabannya, usaha untuk berprestasi lebih baik dan kebanggaan atas hasil yang dicapai.



2.        SIKAP
Sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak dalam mengadapi situasi tertentu. Sikap tidak muncul seketika, tetapi disusun dan dibentuk melalui pengalaman serta memberikan pengaruh kepada seseorang.
Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari dan sikap menentukan bagaimana individu berinteraksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari  dalam kehidupan. Sikap mengandung komponen kognitif, afektif, dan tingkah laku yang ketiganya sangat berpengaruh dalam belajar siswa.

3.        SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI)
Akhir-akhir ini ramai dibicarakan Sekolah Bertaraf Internsional atau SBI. Sebuah kebijakan pemerintah Indonesia untuk memperbaiki kualitas pendidikan nasional agar memiliki daya saing dengan negara-negara maju lainnya. Icon SBI di mata masyarakat Indonesia tak bisa lepas dari bilingual sebagai medium of instruction, multi media dalam pembelajaran di kelas, berstandar internasional, ataupun sebagai sekolah prestisius dengan jalinan kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara anggota OECD maupun lembaga-lembaga tes/sertifikasi internasional, seperti Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC, ISO, dan lain-lain.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai landasan hukum penyelenggaraan SBI, konsep dan karakteristik SBI, maupun analisis kritis terhadap kebijakan SBI. Adapun mengenai Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) secara garis besar adalah sebagai  berikut:
1.   Landasan Hukum
  1. UU Sisdiknas Pasal 50 Ayat 3
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
  1. Kebijakan Pokok Pembangunan Pendidikan Nasional dalam Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009.
1).  Pemerataan dan Perluasan Akses
2).  Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing. Salah satunya pembangunan sekolah bertaraf internasional untuk meningkatkan daya saing bangsa. Dalam hal ini, pemerintah perlu mengembangan SBI pada tingkat kabupaten/kota melalui kerja sama yang konsisten antara Pemerintah dengan Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan untuk mengembangkan SD, SMP, SMA, dan SMK yang bertaraf internasional sebanyak 112 unit di seluruh Indonesia.
3).  Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Pencitraan Publik.
2.   Konsep Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
  1. Filosofi Eksistensialisme dan Esensialisme
Penyelenggaraan SBI didasari filosofi eksistensialisme dan esensialisme (fungsionalisme). Filosofi eksistensialisme berkeyakinan bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin melalui fasilitas yang dilaksanakan melalui proses pendidikan yang bermartabat, pro-perubahan, kreatif, inovatif, dan eksperimentif), menum-buhkan dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik.
Filosofi eksistensialisme berpandangan bahwa dalam proses belajar mengajar, peserta didik harus diberi perlakuan secara maksimal untuk mengaktualkan, mengeksiskan, menyalurkan semua potensinya, baik potensi (kompetensi) intelektual (IQ), emosional (EQ), dan Spiritual (SQ).
Filosofi esensialisme menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu, keluarga, maupun kebutuhan berbagai sektor dan sub-sub sektornya, baik lokal, nasional, maupun internasional. Terkait dengan tuntutan globalisasi, pendidikan harus menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing secara internasional. Dalam mengaktualkan kedua filosofi tersebut, empat pilar pendidikan, yaitu: learning to know, learning to do, learning to live together, and learning to be merupakan patokan berharga bagi penyelarasan praktek-praktek penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, mulai dari kurikulum, guru, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana, hingga sampai penilainya.
  1. SNP + X (OECD)
Rumusan SNP + X (OECD) maksudnya adalah SNP singkatan dari Standar Nasional Pendidikan plus X. Sedangkan OECD singkatan dari Organization for Economic Co-operation and Development atau sebuah organisasi kerjasama antar negara dalam bidang ekonomi dan pengembangan. Anggota organisasi ini biasanya memiliki keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah diakui standarnya secara internasional. Yang termasuk anggota OECD ialah: Australia, Austria, Belgium, Canada, Czech Republic, Denmark, Finland, France, Germany, Greece, Hungary, Iceland, Ireland, Italy, Japan, Korea, Luxembourg, Mexico, Netherlands, New Zealand, Norway, Poland, Portugal, Slovak Republic, Spain, Sweden, Switzerland, Turkey, United Kingdom, United States dan Negara maju lainnya seperti Chile, Estonia, Israel, Russia, Slovenia, Singapore, dan Hongkong.
Sebagaimana dalam “Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah tahun 2007”, bahwa sekolah/madarasah internasional adalah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasioanl Pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu Negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dan /atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, sehingga memiliki daya saing di forum Internasional.
Jadi, SNP+X di atas artinya bahwa dalam penyelenggaraan SBI, sekolah/madrasah harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan (Indonesia) dan ditambah dengan indikator X, maksudnya ditambah atau diperkaya/di-kembangkan/diperluas/diperdalam dengan standar anggota OECD di atas atau dengan pusat-pusat pelatihan, industri, lembaga-lembaga tes/sertifikasi inter-nasional, seperti Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC, ISO, pusat-pusat studi dan organisasi-organisasi multilateral seperti UNESCO, UNICEF, SEAMEO, dan sebagainya.
Ada dua cara yang dapat dilakukan sekolah/madrasah untuk memenuhi karakteristik (konsep) Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), yaitu sekolah yang telah melaksanakan dan memenuhi delapan unsur SNP sebagai indikator kinerja minimal ditambah dengan (X) sebagai indikator kinerja kunci tambahan. Dua cara itu adalah: (1) adaptasi, yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam SNP dengan mengacu (setara/sama) dengan standar pendidikan salah satu anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional; dan (2) adopsi, yaitu penambahan atau pengayaan/pendalaman/penguatan/perluasan dari unsur-unsur tertentu yang belum ada diantara delapan unsure SNP dengan tetap mengacu pada standar pendidikan salah satu anggota OECD/negara maju lainnya.
  1. Karakteristik Sekolah Bertaraf Internasional
1). Karakteristik visi
Dalam sebuah lembaga/organisasi, menentukan visi sangat penting sebagai arahan dan tujuan yang akan dicapai. Tony Bush&Merianne Coleman menjelaskan visi untuk menggambarkan masa depan organisasi yang diinginkan. Itu berkaitan erat dengan tujuan sekolah atau perguruan tinggi, yang diekspresikan dalam terma-terma nilai dan menjelaskan arah organisasi yang diinginkan. Tony Bush&Merianne Coleman mengutip pendapat Block, bahwa visi adalah masa depan yang dipilih, sebuah keadaan yang diinginkan.
Visi Sekolah Bertaraf Internasional adalah: Terwujudnya Insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara internasional. Visi ini mengisyaratkan secara tidak langsung gambaran tujuan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah model SBI, yaitu mewujudkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif/memiliki daya saing secara internasional.
2). Karakteristik Esensial
Karakteristik esensial dalam indikator kunci minimal (SNP) dan indikator kunci tambahan (x) sebagai jaminan mutu pendidikan bertaraf internasional dapat dilihat pada table di bawah ini.
Karakteristik Esensial SMP-SBI sebagai Penjaminan Mutu
Pendidikan Bertaraf Internasional

No
Obyek Penjaminan Mutu (unsur Pendidikan dalam SNP)
Indikator Kinerja Kunci Minimal (dalam SNP)
Indikator Kinerja Kunci Tambahan sebagai (x-nya)
I
Akreditasi
Berakreditasi A dari BAN-Sekolah dan Madrasah
Berakreditasi tambahan dari badan akreditasi sekolah pada salah satu lembaga akreditasi pada salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keung-gulan tertentu dalam bidang pendidikan
II
Kurikulum (Standar Isi) dan Standar Kompe-tensi lulusan
Menerapkan KTSP
Sekolah telah menerapkan system administrasi akademik berbasis teknologi Informasi dan Komu-nikasi (TIK) dimana setiap siswa dapat meng-akses transkipnya masing-masing.
Memenuhi Standar Isi
Muatan pelajaramn (isis) dalam kurikulum telah setara atau lebih tinggi dari muatan pelajaran yang sama pada sekolah unggul dari salah satu negara diantara 30 negara anggota OECD dan/atau dari negara maju lainnya.
Memenuhi SKL
Penerapan standar kelulusan yang setara atau lebih tinggi dari SNP

Meraih mendali tingkat internasional pada berbagai kompetensi sains, matematika, tekno-logi, seni, dan olah raga.
III
Proses Pembelajaran
Memenuhi Standar Proses
·      Proses pembelajaran pada semua mata pelajaran telah menjadi teladan atau rujukan bagi sekolah lainnya dalam pengembangan akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa kewirausahaan, jiwa patriot, dan jiwa inovator
·      Proses pembelajaran telah diperkaya dengan model-model proses pembelajaran sekolah unggul dari salah satu negara diantara 30 negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya.
·      Penerapan proses pembelajaran berbasis TIK pada semua mapel
·      Pembelajaran pada mapel IPA, Matematika, dan lainnya dengan bahasa Inggris, kecuali mapel bahasa Indonesia.
IV
Penilaian
Memenuhi Standar Penilai-an
Sistem/model penilaian telah diperkaya dengan system/model penilaian dari sekolah unggul di salah satu negara diantara 30 negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnnya.
V
Pendidik
Memenuhi Standar Pen-didik
·      Guru sains, matematika, dan teknologi mampu mengajar dengan bahasa Inggris
·      Semua guru mampu memfasilitasi pem-belajaran berbasis TIK
·      Minimal 20% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A
VI
Tenaga Kependidikan
Memenuhi Standar Tenaga Kependidikan
·      Kepala sekolah berpendidikan minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A
·      Kepala sekolah telah menempuh pelatihan kepala sekolah yang diakui oleh Pemerintah
·      Kepala sekolah mampu berbahasa Inggris secara aktif
·      Kepala sekolah memiliki visi internasional, mampu membangun jejaring internasional, memiliki kompetensi manajerial, serta jiwa kepemimpinan dan enterprenual yang kuat
VII
Sarana Prasarana
Memenuhi Standar Sarana Prasarana
·      Setiap ruang kelas dilengkapi sarana pembelajaran berbasis TIK
·      Sarana perpustakaan TELAH dilengkapi dengan sarana digital yang memberikan akses ke sumber pembelajaran berbasis TIK di seluruh dunia
·      Dilengkapi dengan ruang multi media, ruang unjuk seni budaya, fasilitas olah raga, klinik, dan lain-lain.
VIII
Pengelolaan
Memenuhi Standar Penge-lolaan
·      Sekolah meraih sertifikat ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya (2001, dst) dan ISO 14000
·      Merupakan sekolah multi kultural
·      Sekolah telah menjalin hubungan “sister school” dengan sekolah bertaraf/berstandar internasional diluar negeri
·      Sekolah terbebas dari rokok, narkoba, kekerasan, kriminal, pelecehan seksual, dan lain-lain
·      Sekolah menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam semua aspek pengelolaan sekolah
IX
Pembiayaan
Memenuhi Standar Pem-biayaan
·      Menerapkan model pembiayaan yang efisien untuk mencapai berbagai target indikator kunci tambahan


3). Karakteristik Penjaminan Mutu (Quality Assurance)
a).  output (produk)/lulusan SBI
Adalah memiliki kemampuan-kemampuan bertaraf nasional plus internasional sekaligus, yang ditunjukkan oleh penguasaan SNP Indonesia dan penguasaan kemampuan-kemampuan kunci yang diperlukan dalam era global.
Ciri-ciri output/outcomes SBI sebagai berikut; (1) lulusan SBI dapat melanjtkan pendidikan pada satuan pendidikan yang bertaraf internasional, baik di dalam negeri maupun luar negeri, (2) lulusan SBI dapat bekerja pada lembaga-lembaga internasional dan/atau negara-negara lain, dan (3) meraih mendali tingkat internasional pada berbagai kompetensi sains, matematika, teknologi, seni, dan olah raga.

b).  proses pembelajaran SBI
Ciri-ciri proses pembelajaran, penilaian, dan penyelenggaraan SBI sebagai berikut: (1) pro-perubahan, yaitu proses pembelajaran yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan daya kreasi, inovasi, nalar, dan eksperimentasi untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru, a joy of discovery, (2) menerapkan model pem-belajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan; student centered; reflective learning, active learning; enjoyable dan joyful learning, cooperative learning; quantum learning; learning revolution; dan contextual learning, yang kesemuanya itu telah memiliki standar internasional; (3) menerapkan proses pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran; (4) proses pembelajaran menggunakan bahasa Inggris, khususnya mata pelajaran sains, matematika, dan teknologi; (5) proses penilaian dengan menggunakan model penilaian sekolah unggul dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya, dan (6)dalam penyelenggaraan SBI harus menggunakan standar manajemen intenasional, yaitu mengoimplementasikan dan meraih ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya dan ISO 14000, dan menjalin hubungan sister school dengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri.
c).  input
      ciri input SBI ialah (1) telah terakreditasi dari badan akreditasi sekolah di salah negara anggota OECD atau negara maju lainnya, (2) standar lulusan lebih tinggi daripada standar kelulusan nasional, (3) jumlah guru minimal 20% berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A dan mampu berbahasa inggris aktif. Kepala sekolah minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A dan mampu berbahasa inggris aktif. (4) siswa baru (intake) diseleksi secara ketat melalui saringan rapor SD, ujian akhir sekolah, scholastic aptitude test (SAT), kesehatan fisik, dan tes wawancara. Siswa baru SBI memeliki potensi kecerdasan unggul yang ditunjukkan oleh kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual, dan berbakat luar biasa.

4.    ANALISIS MOTIVASI SIKAP PADA SBI
Tujuan utama penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional salah satunya adalah upaya meningakatkan motivas belajar maupun menumbuhkan sikaps siswa yang berkualitas pendidikan internasonal, khususnya supaya eksistensi pendidikan nasional Indonesia diakui di mata dunia dan memiliki daya saing dengan negara-negara maju lainnya.
Kebijakan pemerintah mengenai SBI selain didukung secara konstitusi dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 50 ayat (3), dan juga - menurut Satria Dharma -, SBI merupakan proyek prestisius, karena akan dibiayai oleh Pemerintah Pusat 50%, Pemerintah Propinsi 30%, dan Pemerintah Kabupaten/Kota 20%. Padahal, untuk setiap sekolahnya saja Pemerintah Pusat mengeluarkan 300 juta rupiah setiap tahun paling tidak selama 3 (tiga) tahun dalam masa rintisan tersebut.
Sejak dilendingkan kebijakan SBI, pemerintah menuai pujian dan juga kritikan, baik itu pujian bahwa kebijakan SBI merupakan langkah maju untuk memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia, maupun kritikan bahwa konsep ini tidak didahului dengan studi secara mendalam.
Ada beberapa hal yang dapat kita jadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengkritisi kebijakan pemerintah tentang SBI tersebut.
1.   SBI lebih cenderung menggunakan perencanaan pendidikan dengan Pendekatan Cost Effectivenes (efektivitas biaya).
Pendekatan Cost Effectiveness adalah pendekatan yg menitikberatkan pemanfaatan biaya secermat mungkin untuk mendapatkan hasil pendidikan yang seoptimal mungkin, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Pendidikan ini hanya diadakan jika benar-benar memberikan keuntungan yang relatif pasti, baik bagi penyelenggara maupun peserta didik.
Konsekwensi dari pendekatan ini adalah tidak semua anak dapat mengenyam pendidikan di SBI, sebab SBI lebih menekankan efektivitas pendidikan dalam mencapai hasil yang optimal baik secara kuantitas maupun kualitas, sehingga input pun diambil dari anak-anak yang memiliki kemampuan unggul, baik secara akademik, emosional, spiritual bahkan finansial.
2.   Potensi terjadi Sistem Pendidikan yang Bersifat Diskriminatif dan Eksklusif.
      Penyelenggaraan SBI akan melahirkan konsep pendidikan yang diskri-minatif (hanya diperuntukkan bagi siswa yang memiliki kemam-puan/kecerdasan unggul) dan ekslusif (pendidikan bagi anak orang kaya).
3.   Konsep SNP+X kurang jelas
            Dalam kurikulum SBI ada rumus SNP+X. Artinya Standar Nasional Pendidikan ditambah atau diperkaya/dikembangkan/diperluas/diperdalam dengan standar internasional dari salah satu anggota OECD atau lembaga tes/sertifikasi internsional.
            Faktor X dalam rumus di atas tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas. Sebab, konsep ini tidak menjelaskan lembaga/negara tertentu yang harus diadaptasi/diadopsi standarnya, dan faktor apa saja yang harus ditambah/diperkaya/dikembangkan/diperluas/diperdalam? Apakah sistem pembelajaran bahasanya, teknologinya, ekonominya, dan lain-lain. Sehingga menurut Satria Dharma, mungkin ini merupakan strategi agar target yang hendak dikejar menjadi longgar dan sulit untuk diukur.
4.      Potensi terjadi komersialisasi pendidikan
Lahirnya SBI bisa membawa dampak komersialisasi pendidikan kepada para pelanggan jasa pendidikan, semisal masyarakat, siswa atau orang tua. Indikasi ini nampak ketika sekolah SBI menarik puluhan juta kepada siswa baru yang ingin masuk sekolah SBI. Hal ini dilakukan dengan dalih bahwa sekolah tersebut bertaraf internasional, dilengkapi dengan sistem pembelajaran yang mengacu pada negara anggota OECD, menggunakan teknologi informasi canggih, bilingual, dan lain-lain.

5.      Tujuan pendidikan yang misleading
Selama ini siswa SBI dihadapkan pada 2 kiblat ujian, yakni UNAS dan Cambridge misalnya. Beberapa sekolah nasional plus yang selama ini dirancang untuk mengikuti dua kiblat tersebut  mengakui bahwa sangat sulit mereka untuk mengikuti dua kiblat sekaligus.
Satria Dharma mengatakan bahwa jika yang hendak dituju adalah peningkatan kualitas pembelajaran dan output pendidikan, maka mengadopsi atau berkiblat pada sistem ujian Cambridge ataupun IB bukanlah jawabannya. Bahkan, sebenarnya menggerakkan semua potensi terbaik pendidikan di Indonesia untuk berkiblat ke sistem Cambridge adalah sebuah pengkhianatan terhadap tujuan pendidikan nasional itu sendiri.
6.      Konsep SBI cenderung lebih menekankan pada alat daripada proses. Indikasi ini nampak ketika penyelenggaraan SBI lebih mementingkan alat/media pembelajaran yang canggih, bilingual sebagai medium of instruction, berstandar internasional, daripada proses penanaman nilai pada peserta didik. Prof Djohar menyatakan bahwa tuntutan pendidikan global jangan diartikan hanya mempersoalkan kedudukan pendidikan kita terhadap rangking kita dengan negara-negara lain, akan tetapi harus kita arahkan kepada perbaikan pendidikan kita demi eksistensi anak bangsa kita untuk hidup di alam percaturan global, dengan kreativitasnya, dengan EI-nya dan dengan AQ-nya, dan dengan pengetahuannya yang tidak lepas dari kenyataan hidup nyata mereka.
7.      Konsep ini berangkat dari asumsi yang salah tentang penguasaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dan hubungannya dengan nilai TOEFL. Penggagas mengasumsikan bahwa untuk dapat mengajar hard science dalam bahasa Inggris maka guru harus memiliki TOEFL >500. Padahal tidak ada hubungan antara nilai TOEFL dengan kemampuan mengajar hard science dalam bahasa Inggris. Skor TOEFL yang tinggi belum menjamin kefasihan dan kemampuan orang dalam menyampaikan gagasan dalam bahasa Inggris. TOEFL lebih cenderung mengukur kompetensi seseorang, padahal yang dibutuhkan guru sekolah bilingual adalah performance-nya, dan performance ini banyak dipengaruhi faktor-faktor non-linguistic.
8.      Kebijakan SBI bertolak belakang dengan otonomi sekolah dan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Bergulirnya otonomi sekolah melahirkan sistem Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Menurut Prof. Djohar, MBS digunakan sebagai legitimasi untuk menentukan kebijakan sistem pembelajaran di sekolah. Sekolah memiliki kemerdekaan untuk menentukan kebijakan yang diambil, termasuk kemerdekaan guru dan siswa untuk menentukan sistem pembelajarannya. Sedangkan dalam SBI, sekolah masih dibelenggu dengan sistem pembelajaran dari negara lain.

C.  KESIMPULAN DAN SARAN
            Dari kajian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dan mengembangkan sikap siswa yang berkualitas pendidikan internasonal agar mempunyai daya saing dengan negara maju di era global. Salah satunya dengan mengadopsi standar internasional anggota OECD sebagai faktor kunci tambahan di samping Standar Nasional Pendidikan.
            Dalam perjalanannya, kebijakan SBI mulai terlihat beberapa kelemahan, baik secara konseptual maupun sistem pembelajarannya yang diantaranya berkaitan dengan motivasi beajar dan sikap siswa yang seharusnya mencerminkan siswa Sekolah Bertaraf Internasional. Ibarat kata pepatah tiada gading tak retak, maka pemerintah sebaiknya melakukan berbagai langkah perbaikan konsep dengan melibatkan pelbagai unsur/stakeholders pendidikan dan melakukan studi/penelitian mendalam sebelum kebijakan tersebut bergulir sehingga kemungikinan-kemungkinan akan kekurang sempurnaan dalam pelaksanaan kebijakan dapat ditekan semaksimal mungkin.

 DAFTAR PUSTAKA
Anita Woolfolk, E. 2004. Educational Psychology. United State of America:  Pearson Education.
Astusti. 2008. Menumbuhkan Motivasi Belajar Siswa Melalui Kerjasama Guru dan Orang Tuahttp://pustakailmiah.unila.ac.id/wp-content/uploads/.../ ABSTRAK28.pdf. Diakses pada tgl 2 April 2010
Brahier D.J. 2008. Motivation and Disposition : Pathways to Learning Mathematics.http://my.nctm.org/eresources/view_media.asp?article_id=845Diakses pada tgl 2 April 2010
Dedi Supriyadi. 2005. Membangun Bangsa melalui PendidikanBandung:  Remaja Rosdakarya.

Djaali. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta:  Bumi Aksara
Elliot, Kratochwill, Littlefield Cook & Travers . 2004. Educational Psychology: Thirth Edition. United State of America:  The Mc Graw Hill Companies

Erman Suherman,dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:  JICA UPI

Hamzah Uno B . 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta:  Bumi Aksara
Kenneth Hoover. H. 1970. Learning and Teaching in The Secondary SchoolBoston:  Allyn and Bacon.
Made Wena. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta:  Bumi Aksara
Sardiman A.M . 2005. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:  PT Raja Grafindo Persada
Sobry Sutikno, M. 2007. Peran Guru Dalam Membangkitkan Motivasi Belajar Siswa. http://www.bruderfic.or.id/.../peran-guru-dalam-membangkitkan-motivasi-belajar-siswa.html. Diakses pada tgl 2 April 2010




Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERMASALAHAN DAN KEMUNGKINAN SOLUSI DALAM PENGEMBANGAN LPTK

MAKALAH PENGEMBANGAN ETNOMATEMATIKA BERORIENTASI LEARNING TRAJECTORY

KAJIAN PETA FILSAFAT DAN IDEOLOGI PENDIDIKAN