Kuliah Pertama Kajian Kurikulum Matematika
Pertama-tama
mari bersyurkur...Untuk mengkaji kurikulum matematika...tidak sebarang orang
yang bisa..sebenarnya di S1 dan S2 ada,tapi di S3 tapi pasti lebih luas
pendeketannya, jangkauannya...merangkum semua di tataran bawah.
Strategi
di dalam perkuliahan ini (Kajian Kurikulum Matematika)...Dilihat dari segi
kesempatan kuliah, kita harus bersyukur dan bersyukur...presensi onlen, barkot2...ini perkuliahan secara
formal, kuliah didukung hal-hal yang mendukung..aman terkendali, terpercaya,
akuntabel, sesuai program perkuliahan dan kurikulum.
Kuling down
untuk menata hati...ini perjalanan jauh..diibaratkan ke jakarta harus butuh
alat/modal...mobil atau motor.(pnyampaian dengan kiasan-kiasan). Nikmat sehat,
kesehatan, kesempatan kuliah, tidak sekedar duduk-duduk di warung kopi. Kalau
duduk-duduk di warung kopi tidak ada sks-nya, hasilnya tidak dicatat...di
tempat kopi itu informal...kalau di ruang ini formal, ada dosen ada mahasiswa.
Untuk
melangkah selanjutnya, semangat ikhlas untuk mengembangkan diri, kajian ini
dimaknai sebagai membangun, jadi tidak hanya berhenti pada kajian, karena sudah
taraf S3, ibarat bangunan S3 itu developer, S1 aspek-aspek developer:pengawas,
pengembang. Setelah hati, persepsi kita maka lanjut ke ekspektasi (dalam setiap
komunikasi apapun, memperkirakan atau mengharapkan). Ada orang yang memahami
ekspektasi dan karakter binatang buaspun bisa bergaul. Jadi dalam setiap
pergaulan manusia juga seperti itu, orang harus memahami antar orang...ada
jangka pendek dan panjang, tapi ada yang spontanitas seperti dalam keadaan naik
motor. Setiap detik berjalan ekspektasi yang sangat cepat. Memperkirakan depan,
belakang, rem, apalagi saat hujan..akan lebih cepat lagi. Apa yang Pak Marsigit
harapkan dapat dipahami mahasiswa begitu pula sebaliknya.
Ada
tahapan Will, Attitute, Knowledge, Skill
dan Experience, ini adalah komponen dari kompetensi. Will itu di hati supaya ekspektasi kita sesuai dengan pengalaman
yang diharapkan, pengalaman hidup. Untuk S3 levelnya experience, levelnya eksperimen, membangun hidup secara umum,
secara khusus kurikulum matematika. Kalau level S1 itu ‘pecah telor’, kalau
bicara level S2 itu kreatif, kalau S3 sudah mempunyai pengalaman mengelola
kreatifitas, misalnya penelitian, dalam rangka membangun hidup (hidup itu ada
level-levelnya). Sifat-sifat kita, materialnya doa yaitu diibaratkan membangun
masjid, S1 merawat masjid, membangun dalam arti seluas-luasnya, membangun
kurikulum matematika, diibaratkan dibuat jas yang tidak terlalu sempit. Landasannya
agar lebih luas, tikar yang digelar semakin lebih luas, bisa muat orang
banyak..membangun hidup, hidup dimaknai seluas-luasnya termasuk membangun
kurikulum matematika. Jangan sampai terlalu kecil jasnya, hingga bernafas saja
sulit.
Dasar
membangun kurikulum yaitu kita belajar dari sifat hidup, contoh kehidupan yang
diberikan oleh Tuhan. Artinya, pikiran atau logika dan benda atau
material/contoh/data/kerja dalam kabinet jokowi, kalau kerja-kerja dan kerja,
baru separuh dunia, kalau hanya pikir-pikir dan pikir juga baru separuh dunia,
jadi supaya lengkap mesti dipikirkan dan dikerjakan. Hal itu disebut akuntabel,
tapi akuntabel hanya satu segmen saja, jadi harus diikuti dengan
akuntabel-akuntabel yang lainnya (diteruskan). Metodologi yang utama, asumsi
yang utama, pertama landasannya itu adalah akuntabel dan substainebel. Dengan
hewan saja butuh akuntabilitas, apalagi dengan manusia, saking pentingnya dapat
dipercaya, maka hidup ini berjalan karena ada kepercayaan.Orang duduk dikursi
karena percaya kursi tidak akan roboh saat diduduki, kita mesti percaya pada
pemerintah, dan pemerintah percaya pada kita. Seperti akuntabilitas saat naik
motor tadi. Sampai seperti yang sudah diluar kita, karena sudah lazim, sampai
kita lupa bersyukur, seperti udara yang ada di mana-mana juga di kampus ini. Percaya
pada Tuhan di kampus ada udara (seperti pula dalam perkuliahan). Dalam konteks
ruang dan waktu, supaya tidak berkelebihan dan kekurangan. Ada mobil yang
dilengkapi dengan berbagai sarana, cepat:bensin boros, maunya orang cepat dan
irit..Maka BMW ada menu biasa, pake menu biasa, kalau pilih sport ya mesti cadangan bensinnya banyak.
Tapi tetap dikendalian oleh ruang, jadi pakai alat yang sesuai, kalau di
Gejayan malah paling enak pakai supra fit.
Selain
itu bisa denga membaca posting-posting di blog Bpk. Marsigit, nanti akan
diberikan poin-poin. Setelah, hati, pikiran ekspektasi itu tadi, harapan, sikap
atau ektivities kita itu sinergi, produktif. Sinergi itu artinya dalam dunia sepiritual
mendapat barokah. Barokah itu ada untuk seseorang dan untuk komunitas, kalau
seseorang ingin mendapat barokah ya harus ikhlas yang yang lain mendapatkan
barokah. Sikap ikhlas...suami memahami mendoakan, mengantar,
memfotokopikan..anak memahami, berdoa..perkembangn kurikulum juga seperti
itu...Kurikulum hebat tak peduli pemerintah jadi fasis hingga ada kemungkinan
jadi pemberontak ini tidak barokah,, yang kita inginkan kurikulum untuk memperoleh
keselarasan/harmoni, pemahaman dan pengetahuan yang harmoni.
Skill
sudah menukik, sekian putaran, jadi ada pengalaman berangkat diawali dengan bismillah, tapi meski didukung sikap,
menghadap kedepan (ibarat naik motor), agar memperoleh pengalaman, sehingga ada
keterampilan/skill di dalam ibarat naik motor itu. Pengalaman bertahun-tahun,
sehingga bisa membangun pengalaman naik motor dari rumah ke kampus, pulang
pergi. Membangun kurikulum matematika dengan naik motor itu tadi sama, itu
disebut hermenitika, hermenitika hidup, hermenitika matematika, dll. Misal
calon suami dan calon istri, berinteraksi dulu, Pak Marsigit sudah punya
pengalaman itu, tapi belum selesai, itu hermenitika, jangankan manusia dengan
binatang, tumbuh-tumbuhan jika ditutup akan mencari/belok ke arah matahari,
batu dipanasi sinar matahari setiap hari, memecah jadi kerikil, dan jadi pasir,
itu caranya menyesuaikan diri, jadi dengan mengikuti peruliahan ini, bapak ibu
bisa punya pengalaman membangun kerikulum matematika. Kalau kajian
mengidentifikasi tesis mencari antitesisnya, kalau membangun melakukan
sistesis, dalam rangka hermenitika, kalau seperti ini sudah paham, kemana-mana
berdasarkan keikhlasan, atau tanpa paksaan. Karena ektitide ek yang harmoni,
karena masing-masing punya kesibukan, otoritas, karakter sendiri-sendiri.
Di
https://uny.academia.edu, ada silabus, power
point, makalah-makalah, semua saja yang berkaitan dengan membangun
hidup,dipelajari. Semua menggunakan prinsip hermenitika, mulai hari ini mulai
baca, ada perbincangan-perbincangan matematika disana. Jadi landasan menbangun
kurikulum, tidak kekurangan. Sehingga kita bisa menampilkan sikap dari segi
manapun (fleksibel). Kurikulum berganti-ganti tidak masalah.
The nature of educational currikulum,
naik turun itu levelnya, kalau govermen
tinggi, lebih tinggi lagi universal, kalau turun ke school turun lagi individual/student,
ke kiri kanan time line sejarahnya,
perjalannan sejarah ruang dan waktunnya, dari Yunani kuno, Eropa, Amerika,
sampai jamannya Jokowi...bagaimana memahami kurikulum, karena sistem
hermenitika semua masuk di situ. Tahap awal adalah tahap penyesuaian, belum
tergesa-gesa kurikulum adalah......., itu hak bapak ibu masing-masing, sesuai
pengalamn hidupnya, levelnya bagaimana sejarah student, pupil, young learner,
dalam sejarah dari dulu sampai sekarang bagaimana?, teacher dari dulu sampai sekarang itu seperti apa?, Di Filipina, Malaysia,
Majapahit?, kalau ke atasnya lagi menjadi aksioma, jangan dikira aksioma
matematika saja. Segitiga siku-siku, dengan sudut lancip 60 derajat, ini a ini setengah a. Ini 60
derajat ini misal 4, jadi ini 2. Sembarang siku-siku ini 3,4,5. Cinta juga ada
aksiomanya, etik dan estetik, segala aksioma yang paling tinggi adalah kitab
suci, cinta paling tinggi adalah cintanaya Tuhan. Cinta itu anugrah datangnya
dari atas, itu juga aksioma. Kalau Mahabarata, dari pada resiko kepada Tuhan,
jadi cintanya dewa-dewa. Batara guru, segala macam keidupan itu ada, kenapa
mencitai karena sifat mahadewa. Kalau Islam ada malaikat, tapi malaikat tidak
bisa di sifatkan seperti manusia. Tidak bisa dibuat percintaan malaikat,
seperti dewa-dewa dalam Mahabarata.
Jadi,
apapun yang dikerjakan pemerintah RI dari A sampai Z, sudah ada aksiomanya,
sudah ada polanya, seperti yang dikatakan ini, sudah diaksiomakan, dipikirkan
oleh para filsuf. Kita tinggal mencontoh, menentukan siapa yang ingin kita
contoh. Untuk membangun hermenitika, yaitu mengawinkan langit dan bumi, tiada
langit kalau tidak ada bumi, kalau tidak ada bumi tidak ada langit. Hidup di Jogja
harus menjunjung budaya jogja, mesti lahir di Jakarta, atau di mana pun. Pentingnya
hidup dan bertempat tinggal.langitnya matematika adalah nilai-nilai dunia,
buminya murid-murid, siswa-siswa, silahkan diinteraksikan. Ibarat bangunan,
yang dikatakan hari ini, adalah, bata, semen, besi, agar mengerti tinggi luas
bangunan, baca blognya Pak Marsigit. S3 harus bisa menjawab dalam keadaan
apapun. S3 itu universal value levelnya,
S2 tingkat nasional, S1 tingkat kabupaten, SMA tingkat kecamatan sebagai
sekretaris Pak Camat, SMP di desa sebagai sekretaris Pak Carik, SD sebagai
dasawisma yaitu pembantu rumah tangga. Jika mengkaji universal value, sudah menjadi mahadewa, jika ditanya apapun dari
siapaun harus sudah siap, bertanya itu tidak suci, tapi kontekstual, bertanya itu
pasti tidak netral, tidak terpencil, pasti berhermenitika, ada pertanyaan di
suatu titik, tidak harus dijawab di titik tersebut. karena semua ada kaitannya.
Dunia
bumi kita ditentukan oleh awan, awannya yaitu pemerintah Jokowi itu. Langitnya
yang di atas universal value, dan local genius di hermenitikkan.kajian kurikulum
matematika SD, di kecamatan terpencil, untuk melihat universal value ya tidak mgkin atau sulit, pasti ditanaya alasannya
seperti itu.
Bu
condro: kepercayaan...sistem barkot, hilangnya kepercayaan, atau membangun agar
nyaman?
Kognisi,
learning project?
Jawab:..will...doa positif thingking, intuisi baik..merasa posistif thingking..kalau melawan kodratnya akan terkena sendiri, kunci
antara kepercayaan dan ketidak percayaan yang berhermenitika adalah komunikasi.
Lama kelamaan ketahuan, bagaimana teknologi ini. Sampai nanti mengkaji kurikulum
matematika percaya tidak kepada dosennya?, mahasiswanya?, maka taraf dapat
dipercaya yaitu, bumi, langit, bumi:dapat dipercaya kalau cocok, kalau langit
logis. Cocok atau korespondensi prinsipnya, yang logis prinsipnya konsistensi.
Tuhan itu konsisten..di atas konsistensi, di bawah korespondensi. Naik ke atas
siapa yang bikin barkot, Pak Direktur, kata pak direktur terus dirasa ribet gak usah pake barkot, berati direktur tdak konsisten, menjadi tidak percaya
barkot, terus dikomunikasikan gimana cara menggesekkanya, itu komunikasi. Di
atas konsistensi adalah sipiritual, believe,
ada tonggaknya yaitumembaca syahadat.
Kepercayaan
antara suami, istri, calon suami, calon istri. Buk... mau ke selatan, tenyata
ke utara, itu tidak konsisten..tidak bisa dipercaya. Konsistensi dan
korespndensi=Koherensi ini prinsip-prinsip dalam filsafat. Benarnya pikiran di
koherensi, benarnya pngalaman di korespondensi. Untuk anak kecil itu dunia,
buminya, matematika murni itu langitnya, matematika murni diturunkan ke bumi
ya tidak bisa. Dikasih konnsistensi
logika matematika ya gak bisa.
Dikaitkan
kurikulum 2013?, yang salah dimana?, apa 2013 tidak konsisten apa bagaimana?...antara
langit bumi ada tumbuh-tumbuhan, awan, ada levelnya untuk menguji, di langit
level tertentu ada dewa kurikulum 2013.Dikaji ...turun..turun...cocok gak??, diuji..dan diuji, dicek disetiap
level, adanya hermenitika disadari hidup itu berdimensi, tidak cuma ke atas
atau ke bawah...tapi spiral berdimensi 3, itu kodrat , sunatullah, bumi tidak sekedar
bergerak di porosnya, tetapi juga mengelilingi matahari. Sadar tidak sadar
setiap waktu kita berubah-ubah tempatnya. Kita melakukan perjalanan terus dan tidak
bisa mengulangi lagi. Seperti semut makan roti di kereta api, tidak menyadari sampai
Bandung, Surabaya, hanya semut-semut tertentu saja yang menyadari.
Pertemuan
1,2,3 masih orientasi, wiill, atitute,
knowledge,
How the people learn?,
untuk menjawab pertanyaan itu,,,how the
people think?, learning projectory...setiap
sifat yang ada pada diri kita termasuk baju..busana budaya terbaik..indonesia pakai
baju borobudur 20 kg. Itu artinya local
value berinteraksi dengan universal
value, dunia mengapresiasi dan menghargai. Itu baju, apalagi learn?, kognisi?, juga ada local genius...pada umumnya dimana-mana..pakai
logika. Langitnya learnig dan thingking, paling tinggi thingking dan lerningnya para dewa, pencipta alam ini, thingkingnya Tuhan, Tuhan Maha Berfikir. Turun lagi, pendapat para
filsuf, psikologis, ilmuwan, jurnal-jurnal itu termasuk universal value dari berfikir. Tidak mungkin lihat how the student thing? Tanpa melihat universal value, universal value bisa diangkat dari local genius, itulah research.
Learning trejektory...bagaimana siswa
berfikir?,, HOTS satu titik itu salah besar, SD, SMP SMA, anak kecil apalagi mahasiswa semua punya
HOTS, semuanya ada HOTS.
Para
dewa juga ada tingkatan HOTS, contohnya para rektor ada yang high dan ada yang low...IPAASE, ingatan ,pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis,evaluasi...semua orang ya punya, orang-orang pada banyak yang salah
pemahaman. Belum afektif,psikomotorik...jadi learnig trejektory, leningnya,
trejektorynya, teachingnya juga di trejektory,
mengajar SMP berbeda dengan mengajar anak SD.
Jadi
salah satu belajar yang paling bagus adalah diberi waktu untuk bereksperimen,
dengan menerangkan kembali yang dipelajari hari ini. HOTS hanya bisa dilakukan
anak SMA ke atas..itu mungkin ada sisi benarnya tapi tidak pener..kata orang Jawa.Itu hubungan logika dengan estetika, ada yang
benar tapi tidak bagus, tapi baik lagi benar yang paling bagus.
Berkaitan
dengan universal value yang berkaitan
dengan time line...filsafat kan dari
filsafat...dari langit tingkat mana yang mau kita ambil. Ada klasik, tengah dan
yang sekarang ini.
Pemikiran Aguste Comte,
filsuf dari Perancis...semakin maju dan modern, manusia akan semakin
meninggalkan Tuhannnya.
Komentar
Posting Komentar