REFLEKSI VIDEO PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH DASAR DI JEPANG



REFLEKSI VIDEO PEMBELAJARAN MATEMATIKA
SEKOLAH DASAR DI JEPANG

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kajian Kurikulum Pendidikan Matematika

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Marsigit, M.A

 
Disusun oleh:
DAFID SLAMET SETIANA          (14703261004)



PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015
Refleksi perkuliahan yang berupa tayanga video pembelajaran matematika Sekolah Dasar di Jepang dapat ditinjau dari beberapa hal, yaitu:
A.    PEMBELAJARAN DITINJAU DARI SUDUT PANDANG GURU
1.      Kegiatan Guru dalam Pembelajaran
Kegiatan guru selama pembelajaran antara lain:
a.       Guru melakukan persiapan sebelum memulai pembelajaran, baik persiapan umum maupun persiapan khusus.
b.      Guru memberikan apersepsi pada awal pembelajaran yang akan membantu dalam membentuk pola pikir siswa.
c.       Guru memberi sedikit penjelasan sebagai pengantar pembelajaran dan untuk meluruskan konsep terhadap apa yang akan mereka pelajari
d.      Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk berbicara mengemukakan pendapat mereka,
e.       Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok diskusi dan membagikan LKS.
f.       Selama diskusi guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi sendiri pemahamannya.
g.      Guru mengawasi dan memfasilitasi siswa jika ada siswa yang mengalami kesuliatan maupun meminta pendapat atas hasil yang telah didiskusikan.
h.      Guru memberi kesempatan siswa untuk menyampaikan hasil diskusi.
i.        Diakhir pembelajaran guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan pembelajaran.siswa bersama-sama dengan guru menyimpulkan apa yang mereka pelajari.
2.      Guru sebagai Fasilitator, Motivator, dan Konselor dalam Pembelajaran
Guru lebih berperan sebagai fasilitator, motivator, dan konselor. Sebagai fasilitator, guru memberikan jalan pada kelancaran proses belajar secara mandiri siswanya. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan sendiri potensi-potensi mereka sehingga siswa lebih berkembang, mandiri, dan kreatif. Sebagai motivator, guru memiliki tugas untuk membangkitkan minat siswa untuk belajar secara mandiri. Sesekali guru memberikan motivasi terhadap siswa-siswanya agar mereka tetap bersemangat dan tidak putus asa. Sedangkan sebagai konselor, guru membantu siswa menemukan dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh siswanya, Ketika siswa sedang berdiskusi, guru memberi arahan/ bimbingan kepada siswa satu persatu dalam kelompok kecil yang telah dibuat, tidak terpaku pada satu siswa tetapi kepada seluruh siswanya, sehingga siswa lebih paham terhadap apa yang mereka pelajari. Dengan demikian guru harus bisa memahami setiap siswanya karena setiap siswa mempunyai karakteristik, dan potensi yang berbeda-beda.

3.      Pemanfaatan Media Pembelajaran
Pada saat pembelajaran guru menggunakan media pembelajaran yang sesuai yang membuat anak tidak jenuh mengikuti pelajaran. Guru memanfaatkan dan menyiapkan media pembelajaran diantaranya LKS (student worksheet) dan media tabel angka yang ditempel pada papan tulis. LKS dibuat berfungsi tidak hanya sesempit sebagai kumpulan soal-soal akan tetapi dengan adanya LKS dapat pula menemukan informasi-informasi dan penemuan-penemuan lainnya yang sifatnya terbimbing. Melalui media pembelajaran yang disediakan siswa diberi kebebasan untuk mengeksplor kemampuannya untuk menemukan hal-hal baru yang belum pernah ditemukan, memecahkan berbagai persoalan yang semakin mengembangkan olah pikir siswa.

B.     PEMBELAJARAN DITINJAU DARI SUDUT PANDANG SISWA
1.      Kegiatan Siswa dalam Pembelajaran
a.       Siswa mulai berdiskusi dengan kelompok masing-masing
b.      Tugas siswa adalah menemukan pola-pola perkaliannya sendiri sesuai hasil diskusi mereka. Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk membangun konsepnya masing-masing.
c.       Setelah diskusi selesai, setiap kelompok tampil di depan kelas untuk mempresentasikan atau menjelaskan hasil diskusi kelompoknya.
d.      Kelompok lain menanggapi atau mengajukan pertanyaan pada kelompok yang sedang memaparkan hasil diskusinya. Dengan sistem seperti ini, siswa telah berlatih mengutarakan pendapat atau bahkan beradu argumen.

2.      Siswa Sebagai Subjek dalam Pembelajaran
Kegiatan pembelajarannya dipusatkan pada siswa (student centered), sehingga siswa menjadi lebih aktif dan kreatif. Siswa diposisikan sebagai subjek pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran tidak hanya merupakan kegiatan transfer of knowledge dari guru ke siswa saja melainkan merupakan kegiatan pembelajaran untuk membangun pengertian terhadap suatu konsep oleh diri siswa masing-masing. Dengan metode diskusi siswa diberi kesempatan untuk mengeksplor kemampuannya sendiri dengan menganalisis persoalan dalam diskusi tersebut dan selanjutnya siswa menyampaikan hasil diskusinya didepan kelas.

C.     TEMUAN POIN PENTING DALAM PEMBELAJARAN
Terdapat beberapa poin penting dalam tayangan video pembelajaran matematika Sekolah Dasar di Jepang, antara lain:
a.       Proses pembelajaran matematika Sekolah Dasar di Jepang menerapkan metode pembelajaran inovatif. Di sana siswa berperan sebagai subjek pembelajaran.
b.      Dalam satu ruang kelas terdiri dari dua guru yang saling berkolaborasi ketika pembelajaran berlangsung (team teaching). Kedua guru tersebut saling bersinergi untuk membimbing dan mengarahkan siswanya selama pembelajaran.
c.       Siswa sangat menghormati gurunya.
d.      Dalam sebuah kelas tidak terjadi over capacity of student, sehingga pembelajaran bisa lebih fokus.
e.       Guru hanya menjelaskan  konsep-konsep dasar materinya saja kemudian siswa diminta untuk mengembangkan sendiri konsep dasar tersebut melalui kegiatan diskusi.
f.       Siswa menemukan jawabannya sendiri sehingga mudah bagi siswa untuk menguasai, menyimpan apa yang mereka dapatkan sendiri dan mudah dalam mengingatnya karena mereka membangun konsep itu sendiri.
g.      Kegiatan diskusi dalam kelas tersebut dikembangkan dengan memperhatikan kebutuhan siswa. Prinsip demokrasi diterapkan dalam metode ini. Pembelajaran dilakukan oleh siswa, dari siswa, dan untuk siswa. Siswa bebas mengekspresikan pemikiran mereka tentang materi yang sedang dipelajari.
h.      Rasa ingin tahu dan minat belajar siswa sangat tinggi terbukti dengan keaktifan mereka ketika dalam pembelajaran di kelas.
i.        Ketika ada siswa yang menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas maka siswa yang lain beserta guru menanggapinya dan jika pendapatnya berbeda dengan temannya, siswa berani untuk menyampaikan pendapatnya di depan teman-temannya, sehingga terjalin komunikasi dan kerjasama yang baik dari semua pihak baik guru dengan guru, siswa dengan siswa maupun guru dengan siswa.
j.        Ketika siswa menyampaikan jawaban yang kurang tepat guru tidak menyalahkannya akan tetapi menuntun dan membimbing mereka untuk menemukan kembali jawaban yang lebih tepat.
k.      Siswa SD sudah mampu mengutarakan pendapatnya dan mempertanggungjawabkan pendapatnya. Siswa berani mempresentasikan hasil diskusinya, menyampaikan ide/gagasan dan pendapat mereka di depan kelas tanpa rasa takut karena mereka sudah dilatih untuk percaya diri, mengembangkan rasa percaya dirinya tersebut, dan dilatih pula mengembangkan kepekaan intuisi mereka.
l.        Semua siswa aktif menunjukkan partisipasinya. Siswa juga aktif bertanya, berkomentar, atau pun menanggapi apa yang dipresentasikan teman mereka.
D.    PERBANDINGAN PEMBELAJARAN DAN KESIMPULAN
Kualitas pendidikan di Jepang memang tak perlu dipertanyakan lagi, jika melihat keberhasilan Jepang dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Hal tersebut tak lepas dari kualitas proses pembelajaran dalam setiap jenjang pendidikan. Proses pembelajaran matematika Sekolah Dasar di Jepang menerapkan metode pembelajaran inovatif. Di sana siswa berperan sebagai subjek pembelajaran. Berbeda dengan pembelajaran matematika SD di Indonesia yang rata-rata masih menempatkan siswa sebagai objek pembelajaran dan dianggap sebagai empty vessel, sedangkan dan guru sebagai subjeknya sehingga pembelajaran bersifat transfer of knowledge.
Materi yang disampaikan guru di Jepang sangat menarik karena menggunakan media/alat bantu sehingga memudahkan pemahaman siswa. Ketepatan penyampaian materi membuat siswa antusias mengikuti pelajaran. Guru dapat memilih metode yang tepat dan menyenangkan disesuaikan dengan materi dan karakteristik siswa sekolah dasar. Guru, dengan tepat/efektif menggunakan waktu untuk berdiskusi membuat siswa termotivasi menyelesaikan tugasnya. Guru mengelola kelas dengan baik sehingga waktu diskusi siswa dapat mengambil posisinya sendiri-sendiri. Beberapa hal tersebut sesuai dengan pemikiran Skemp (1971) yang menyatakan bahwa hal-hal yang harus dilakukan oleh guru matematika yaitu: guru harus menyesuaikan materi matematika sesuai dengan status perkembangan skema matematis siswa, guru harus menyesuaikan cara penyajian materi sesuai dengan kemampuan berfikir siswa, dan secara bertahap guru harus meningkatkan kemampuan analitiknya untuk mencerna terlebih dahulu sebelum materi diberikan kepada siswa, ketika siswa berada pada tahap dimana mereka tidak lagi tergantung pada guru.
Terlihat sekali bahwa dalam kegiatan pembelajaran matematika di Jepang tersebut, prinsip demokrasi pembelajaran sangat dijunjung tinggi. Guru tidak bersikap otoriter terhadap siswanya tetapi sebaliknya guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk membangun pengertian mereka sendiri terhadap suatu konsep matematika. Dalam kegiatan pembelajarannya siswa tidak hanya belajar matematika secara mendasar saja namun siswa juga belajar tentang konsep-konsep matematika secara mendalam sehingga siswa tidak hanya sebatas tahu tapi juga paham, siswa tidak sekedar dapat menjawab suatu persoalan dengan benar namun siswa juga dapat menganalisis secara mendalam konsep-konsep matematika yang berkaitan dengan materi tersebut.
Ditinjau dari jenis LKS yang diberikan guru, secara tidak langsung pembelajaran menggunakan pendekatan open-ended, di mana guru memberikan permasalahan terbuka yang memungkinkan beberapa cara dalam menyelesaikannnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Shimada & Becker (2003) bahwa pembelajaran open-ended adalah pembelajaran yang menyajikan suatu permasalahan yang memiliki metode atau penyelesaian yang benar lebih dari satu. Pembelajaran open-ended dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan/pengalaman menemukan, mengenali, dan memecahkan masalah dengan beragam teknik. Adapun salah satu tujuan pemberian soal terbuka dalam pembelajaran matematika adalah untuk mendorong aktivitas kreatif siswa dalam memecahkan masalah Nohda (2008).
Pembelajaran matematika di Jepang sudah menerapkan apa yang menjadi hakikat matematika sekolah yaitu kegiatan mencari pola dan hubungan, pemecahan masalah, investigasi, dan komunikasi yang baik antara pihak-pihak yang bersangkutan. Pada proses pembelajaran yang terjadi sudah mencerminkan kegiatan pembelajaran yang efektif menarik dan menyenangkan dengan strategi pembelajaran yang sesuai yaitu melakukan langkah-langkah pembelajaran dengan baik. Hal ini seperti yang telah diutarakan oleh Marsigit (2002) “Promoting Lesson Study as One of the Ways for Mathematics Teachers Professional Development in Indonesia: The Reflection on Japanese Good Practice of Mathematics Teaching Through VTR”.
Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran dan mencapai kualitas pendidikan yang maksimal sangat sulit dilakukan oleh seorang guru apabila ia tidak siap menerima perubahan dalam tradisinya. Seperti yang biasa dilakukan guru saat ini bahwa mengajar merupakan kegiatan rutinitas yang tidak perlu diganggu oleh pihak luar maupun perubahan yang menghampirinya. Pada saat kita mengunjugi sekolah-sekolah khususnya SD di daerah pinggiran kota, kebanyakan dari mereka masih menerapkan metode pembelajaran yang bersifat konvensional. Hal ini disebabkan mereka sangat sulit menerima perubahan karena berbagai alasan yang menyebabkan mereka tidak dapat menjalankannya. Bahwa dengan banyaknya administrasi kelas yang mereka harus selesaikan akan menyita banyak waktu untuk menyelesaikannya sehingga kebanyakan mereka mengajar materi yang sejak lama mereka kemas dan diperuntukkan untuk pembelajaran secara berkelanjutan, tidak disesuaikan dengan karakteristik siswa. Dengan kebiasaan inilah pendidikan di Indonesia masih saja sulit mencapai standar pendidikan dunia karena kurang inovatif dalam pembelajaran sehingga siswa kurang ditantang untuk menemukan masalah dan dapat memecahkannya. Jika pembelajaran yang ada di Jepang dijadikan cerminan bagi pembelajaran SD di Indonesia dan disesuaikan dengan budaya, tujuan pendidikan serta karakteristik siswa maka kualitas pendidikan di Indonesia khususnya matematika SD dapat meningkatkan sehingga membentuk manusia yang berkepribadian, inovatif dan mampu menjawab tutuntutan jaman. Strategi pembelajaran yang sangat menarik, kondisi kelas yang menyenangkan, media pembelajaran yang memadai akan memotivasi siswa untuk mengikuti proses pembelajaran serta siswa mampu menyelesaikan masalah yang ada disekitar mereka. Siswa dapat mengkonstruksi pemahamannya berdasarkan masalah yang diberikan.

E.     SOLUSI PEMBELAJARAN DI INDONESIA
Pada dasarnya dalam pembelajaran guru berfungsi untuk memfasilitasi siswa dan melayani siswanya dalam pembelajaran. Meninjau pembelajaran yang secara umum telah diterapkan di Indonesia, untuk mencapai pembelajaran yang inovatif perlu perbaikan dalam hal-hal berikut:
1.      Pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik siswa.
2.      Menerapkan pembelajaran student centered sehingga siswa lebih aktif dalam pembelajaran, dan pembelajaran yang dialami siswa akan lebih bermakna. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan belajar menurut Ambrose (2010) yang menyatakan belajar bukan sesuatu yang dilakukan untuk siswa, tetapi sesuatu yang dilakukan oleh siswa.
3.      Penggunaan media pembelajaran untuk mempermudah pembelajaran siswa dan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar.
4.      Pemilihan metode pembelajaran yang bervariasi sehingga siswa tidak jenuh selama pembelajaran.
5.      Jumlah siswa dalam satu kelas dibatasi dan tidak terlalu banyak agar pembelajaran lebih fokus dan guru dapat mengamati siswa satu per satu.
6.      Menciptakan suasana yang memungkinkan interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.

 
REFERENSI:

Ambrose, S.A., Bridges, M.W., DiPietro, M. 2010. How learning works: seven research-based principles for smart teaching. San Francisco, CA: John Wiley & Sons, Inc.

Marsigit. 2002. Promoting Lesson Study as One of the Ways for Mathematics Teachers Professional Development in Indonesia: The Reflection on Japanese Good Practice of Mathematics Teaching Through VTR. State University of Yogyakarta.

Nohda, N. 2001. A study of “open-approach” method in school mathematics teaching-focusing on mathematical problem solving activities&emdash. Institute of Education. [Online]. Tersedia: http://www.nku.edu/~sheffield/nohda.html. Diakses tanggal 27 Maret 2015.

Shimada, S., & Becker, J.P. (2003). The open-endedapproach: A newproposal for teachingmathematics. Reston, VA: National Council of Teachers of Mathematics.

Skemp, R. R. 1971. The Psychology of Learning Mathematics. England: Penguin Books.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERMASALAHAN DAN KEMUNGKINAN SOLUSI DALAM PENGEMBANGAN LPTK

MAKALAH PENGEMBANGAN ETNOMATEMATIKA BERORIENTASI LEARNING TRAJECTORY

KAJIAN PETA FILSAFAT DAN IDEOLOGI PENDIDIKAN